Sejak diselenggarakannya Simposium Nasional 1965 yang diinisiasi oleh pemerintah, muncul reaksi penolakan dari beberapa kalangan, khususnya pensiunan jenderal TNI dan lembaga TNI sendiri. Tidak terlalu lama kemudian, propaganda bahaya kebangkitan PKI segera menyebar luas yang diikuti dengan tindakan-tindakan penangkapan terhadap orang-orang yang menggunakan atribut palu-arit, penggeledahan dan penyitaan buku-buku yang dianggap menyebarkan ajaran marxisme dan komunisme, serta pembubaran paksa kegiatan-kegiatan diskusi maupun kegiatan-kegiatan kebudayaan lainnya.
Perlawanan dari pihak pensiunan jenderal dan lembaga TNI ini merefleksikan satu hal, yaitu adanya friksi atau perpecahan di kalangan TNI menyangkut penyelesaian kasus 65. Perpecahan antara kalangan reformis dan kalangan orbais ini membuat penyelesaian kasus 65 menjadi tidak jelas arahnya. Dan perpecahan itu sendiri bukan hal baru dalam sejarah TNI, melainkan sudah terjadi sejak masa awal berdirinya. Perpecahan ini, menurut Made Supriatma, sering berujung pada pemberontakan terhadap pemerintahan yang sah dan mengancam keutuhan republik. Dengan kata lain, dalam setiap aksi pemberontakan dalam sejarah Indonesia pasca 1945, pasti ada campur tangan militer di dalamnya.
Wawancara dengan Made Supriatma ini coba menggali seberapa jauh friksi di kalangan TNI saat ini dan kepentingan apa yang ada di balik friksi tersebut. Selamat menikmati.