DALAM pagelaran pemilu legislatif lalu, kita semua menyaksikan bagaimana media secara terang-terangan menunjukkan keberpihakannya pada partai tertentu. Kenyataan ini membuat banyak orang menggerutu, bahwa media tak lagi netral, mereka tak lagi menyiarkan berita tapi hanya menjadi juru kampanye penguasa atau pemiliknya.
Tetapi, rasa kesal akan tidak netralnya media itu sendiri sebenarnya keliru. Mengharapkan media yang netral, yang independen adalah khayalan belaka. Di Amerika Serikat, misalnya, media-media besar yang berpengaruh bisa begitu kritis terhadap kebijakan pemerintah, tetapi mandul ketika berhadapan dengan kebijakan pemiliknya.
Dengan demikian, media yang berpihak sebenarnya hal yang lumrah. Yang tidak lumrah itu media yang netral, karena sebenarnya tidak ada media yang benar-benar netral. Media kiri juga demikian, ia berpihak kepada kepentingan rakyat pekerja, mereka yang tertindas baik secara sipil dan politik maupun sosial ekonomi dan budaya.
Tetapi, berpihak tidak berarti asal memberitakan sebuah peristiwa. Walaupun berpihak kepada rakyat pekerja, media kiri tidak asal berpihak sehingga menyiarkan berita-berita yang tidak akurat atas nama keberpihakan terhadap rakyat pekerja. Sama sekali tidak benar, bahwa atas nama pembelaan terhadap rakyat pekerja, media kiri kemudian menyiarkan berita konspirasi, yang tidak berdasarkan pada fakta yang akurat dan bisa diverifikasi. Media seperti ini, sejatinya tidak membantu pembebasan rakyat pekerja dari penindasan kapital, karena ia hanya menyiarkan kebohongan. Dan jika berita bohong atau berita konspiratif tersebut dijadikan referensi oleh rakyat pekerja untuk membuat keputusan, maka bisa dipastikan keputusan yang diambilnya keliru. Pada akhirnya, gerakan rakyat pekerja tidak bertambah maju dan kuat, malah mengalami kemunduran dan kekalahan.
Jadi isunya bukan apakah media berpihak atau tidak, tapi bagaimana media yang berpihak tersebut menyiarkan berita yang benar. Ini mungkin terdengar seperti lelucon, bagaimana bisa media yang berpihak bisa menyiarkan berita yang kredibel? Pertanyaan ini telah dijawab dengan menganjurkan media untuk berpegang pada metode jurnalisme yang ada, tidak terkecuali bagi media kiri. Dengan demikian, media kiri seharusnya mendasarkan pemberitaannya pada prosedur jurnalisme yang benar, baik itu prinsip 5W+1H dan yang terpenting adalah setia bersandar pada fakta, fakta, dan fakta. Semakin dekat media dengan fakta, semakin berkualitas pemberitaannya. Tetapi fakta itu sendiri tidaklah memadai sebagai sebuah sumber kebenaran, karena fakta baru berbicara ketika ia dituliskan, dimana tafsir penulis ikut membentuk fakta itu. Karenanya, media kiri mesti memastikan bahwa fakta yang ditulisnya harus bisa diverifikasi, harus bisa dicek dan diricek ulang oleh pihak lain.
Hanya dengan metode seperti inilah baru kita bisa menjadi juru warta rakyat pekerja yang baik, menjadi sarana yang efektif bagi rakyat pekerja untuk membangun organisasinya, serta menyusun program-programnya secara tepat guna membebaskan dirinya dari penindasan kapital.***