Hilmar Farid: 1998 Adalah Harapan, 2014 Adalah Penentuan

Print Friendly, PDF & Email

SEJARAWAN  muda Indonesia sekaligus ketua Perkumpulan Praxis, Hilmar Farid, mengatakan, jika 1998 menjadi tahun harapan setelah kediktatoran Orde Baru (Orba) tumbang, menjelang 2014, Indonesia menuju tahun penentuannya. Penentuan untuk menjadi lebih baik atau justru diperintah dalam kekuasaan yang lebih buruk dari Orba. Berikut wawancara wartawan Sayangi.com, Nur Fitriana dengan Hilmar Farid.

Nur Fitriani (NF): Saat ini banyak sekali gerakan sosial yang muncul untuk melakukan protes. Bagaimana menurut anda kekuatannya?

Hilmar Farid (HF): Gerakan rakyat ini memang meluas. Praxis membuat data aksi protes yang terjadi selama 2013. Meski hanya mengambil dari media massa, online maupun cetak dan televisi serta laporan beberapa simpul, saat ini jumlah gerakan yang muncul di seluruh wilayah Indonesia ada tiga ribuan. Sekarang ini databasenya masih terus berjalan. Kebanyakan masalahnya adalah protes pada sumber daya. Gejolaknya tidak pernah berhenti. Banyak orang yang marah di Indonesia, tapi jam marahnya berbeda-beda. Orang yang baru marah, orang yang capek marah. Kami berusaha mempertemukan kemarahan ini untuk membentuk gerakan yang lebih solid. Hanya saja prosesnya masih berjalan. Terlalu pagi mengatakan resolusinya dalam waktu ini.

NF: Mengingat 2014 adalah tahun politik, bisakah 2014 disebut menjadi tahun harapan?

HF: Meski banyak gerakan yang muncul saat ini situasinya sangat berbeda dengan tahun 1998. Kalau 1998 itu boleh dibilang tahun harapan. Dimana setelah sekian lama masyarakat di bawah kekuasaan Orde Baru, tiba-tiba ada sebuah kekebabasan. Semua orang bikin partai, semua orang pengen ini dan itu. Namun, dengan cepat muncul kekerasan sektarian, dengan cepat muncul kekuatan yang memberikan ijin dengan luas untuk penghancuran sumber daya alam. Hal ini kemudian membuat orang tidak percaya dengan lembaga kenegaraan. Orang tidak percaya dengan lembaga yang sedianya membantu mereka dalam bernegara. Orang bahkan tak percaya dengan DPR lebih parah dibandingkan ketika era Orde Baru.

Kalau 2014 ini boleh disebut dengan tahun penentuan yang akan memunculkan pemerintahan baru yang cukup lama, maksimal 2 kali pemilihan. Ada waktu 10 tahun. Inilah waktu yang sama yang membiarkan SBY berkuasa. Tahun yang bisa membuat negeri ini makin lemah. Tahun 2014 juga menjadi tahun penentuan yang sangat krusial.

Kita di gerakan sosial mengabdikan diri untuk kehidupan yang lebih baik. Kalau melihat, kemungkinan untuk menjadi lebih buruk juga ada. Bukan hanya karena memilih presiden yang salah, seperti memilih presiden yang lebih buruk dari orde baru. Kita juga dihadapkan kepada sistem otonomi daerah yang memudahkan kepala daerah yang membuat keputusan untuk menandatangani sebuah kesepakatan dengan perusahaan tambang dan perusahaan produksi lain yang berptensi merusak sumber daya. PR yang kemudian muncul adalah sanggup atau tidak Pemimpin yang muncul untuk mengonsolidasi daerah-daerah yang sudah dimakan menjadi otonomi daerah. Kita bisa saja dipimpin oleh orang yang otoriter sekali, atau orang yang sama sekali membiarkan seperti SBY saat ini. Kita perlu Presiden yang memberikan arahan bahwa daerah-daerah tidak boleh bersaing untuk menghancurkan sumber dayanya.

NF: Lantas apa yang harusnya dilakukan gerakan sosial?

HF: Ada banyak gejolak yang muncul, orang jengah tetapi bukan berarti mereka apolitis. Mereka membuat metode sendiri untuk melakukan aksi protes karena mereka jengah dengan lembaga negara yang tak lagi mampu mengatasi persoalan rakyat. Mereka malas menunggu. Ini tantangan buat organisasi massa yang akan memahami artikulasi rakyat. Dengan segala keterbatasan ini organisasi massa harus memutuskan langkah yang paling baik. Bentuknya seperti apa kita belum tahu. Karena masih terlalu pagi untuk menyimpulkan hal ini untuk bisa menjadi titik pijak bergerak. Masih banyak seminarnya daripada gerakannya.

Kalau kita sendiri setiap tahun ada pertemuan yang melibatkan anggota dan juga simpul-simpul atau jaringan untuk bertemu dan melaporkan setiap problem dan gejolak yang terjadi. Kami bertukar pikiran kemudian menentukan strategi apa yang tepat untuk dilakukan.

Seperti misalnya, dalam festival prakarsa rakyat ini kami mengadakan di Mojowarno, Jombang. Sebuah daerah yang sudah mulai dipetakan exon untuk digarap menjadi area tambang. Kami berusaha melakuka advokasi secara langsung kepada masyarakat desa. Kami berusaha menyadarkan dengan cara kami lewat musik, pertukaran tradisi dan rembug untuk mengatakan bahwa jika perusahaan tambang asing mulai masuk maka Jombang hanya akan menjadi sejarah. Karena pada dasarnya, tambang datang sebagai predator yang memakan habis semuanya. Tambang dijalankan bukan untuk membangun tapi merusak baik secara historik, sosial dan lain sebagainya.

Selain itu, secara kultural Jombang punya image sebagai wilayah santri. Namun ternyata, disini ada gereja kristen tertua di Jawa dan di Indonesia. Berlawanan dengan anggapan umum bahwa ekspansi fanatisme agama adalah salah. Bahwa ternyata pluralisme yang ada di Jombang ini bisa menjadi kekuatan dalam menggalang persatuan demi mempertahankan daerah mereka dari gempuran modal dan asing.

NF: Lantas, apakah 2014 sudah memunculkan tokoh-tokoh baru yang layak menjadi Presiden?

HF: Kalau saya melihat calon Presiden yang sudah mentasbihkan dirinya, rasanya belum ada calon presiden yang layak. Kita nggak tahu kalau ada yang mau mengajukan diri lagi.

NF: Bagaimana dengan Jokowi?

HF: Sejauh ini yang kita tahu kan Jokowi tidak mencapreskan diri.

NF: Tapi menurut anda, jika Jokowi mencapreskan diri?

HF: Oke lah, kita bicara kepemimpinan Jokowi di luar dia mencapreskan diri atau tidak. Kalau buat saya, secara ekonomi, politik dan sosial, banyak yang seperti dia. Perbedaannya, dia sanggup melaksanakan apa yang dia anggap baik dalam suatu sistem yang nggak baik. Itu bukan soal pintar atau punya konsep, karena secara konsep dia biasa-biasa saja. Ini menyangkut skill dan pola pembangunan dirinya sebagai salah satu kekuatan politik.

Dia punya keterbatasan. Jangan berharap konsep dari dia. Dia seorang administrator atau pelaksana yang baik. Yang saya lihat kurang dari dia adalah dia seperti superman yang melakukan segalanya sendiri. Jokowi kurang menggalakkan adanya partisipasi rakyat. Dia mungkin bisa bertahan 2 hingga 3 tahun tapi lama kelamaan dia akan segera kehabisan bensin. Kecuali dia mengubah dirinya menjadi sedikit otoriter. Tapi kita tahu, bahwa sikap otoriter yang bermaksud baik, juga akan berakibat tidak baik.

Namun, terlepas dari semua itu, perhatian dia kepada pelayanan publik itu yang sangat baik karena saat ini langka pemerintah melakukan pelayanan publik pada rakyatnya. Sayangnya, Imajinasi sosialnya belum terlihat, saya memiliki pemikiran yang berbeda. Tapi kemampuan dia untuk mengeksekusi tanpa harus melanggar hukum dia tak ada lawan. Tapi sekali lagi, Jokowi tak bisa berjalan sendiri. Dia butuh partisipasi.

NF: Menurut anda bagaimana seharusnya sistem yang baik untuk Indonesia?

HF: Pemerintah kita sekarang melihat ukuran Indonesia ini hanya dari pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pertumbuhan inflasi dan lain sebagainya tanpa ingat sebenarnya untuk apa kita berproduksi.

Sistem yang ideal adalah sharing atau berbagi, pemerataan dan dalam banyak hal berpijak pada pengertian bahwa alam ini terbatas. Karena kita harus sadar bahwa alam ini lama-lama akan habis jika dikeruk terus menerus. Dalam masa lampau sistem ini disebut dengan sistem sosialis. Namun, istilah itu kini lebih mengundang kritik dan mendatangkan masalah tanpa memikirkan agenda yang lebih maju.

NF: Menurut anda bagaimana kriteria presiden yang cocok untuk Indonesia?

HF: Harus visioner. Indonesia tak bisa diatur secara normal. Normal dalam arti patuh pada Undang-Undang atau GBHN saja, tetapi dia harus punya pandangan untuk 20 tahun mendatang tentang Indonesia dan kehidupan masyarakatnya. Kedua, harus ada kesetaraan gender dan kesetaraan pendidikan, kesejahteraan yang merata dan semua yang baik-baik.

Ketiga dan paling penting adalah memiliki keberanian dan kemampuan untuk melakukan perubahan. Ini kedengarannya sederhana tapi sangat mendasar. Ada orang yang berani saja tetapi nggak mampu untuk merubah pemerintahan. Dia harus berani dan mampu untuk menjabarkan agenda perubahannya. Apa agendanya? Mereka harus bisa memperlihatkan kemampuan itu. Itu saya kira penting. Pandai atau sekolahnya tinggi itu hanya bonus. Nggak terlalu penting partainya terdepan atau tidak. Kemampuan dalam politik dan resources serta kapasitas dan jaringan pada dia harus bisa digalakkan untuk perubahan. Saya pikir itu kriteria yang ideal untuk pemimpin bangsa ini. Sekarang sepertinya masih angan-angan. (FIT)

Wawancara ini sebelumnya telah dimuat di www.sayangi.com. Dimuat ulang di sini untuk tujuan Pendidikan.

IndoPROGRESS adalah media murni non-profit. Demi menjaga independensi dan prinsip-prinsip jurnalistik yang benar, kami tidak menerima iklan dalam bentuk apapun untuk operasional sehari-hari. Selama ini kami bekerja berdasarkan sumbangan sukarela pembaca. Pada saat bersamaan, semakin banyak orang yang membaca IndoPROGRESS dari hari ke hari. Untuk tetap bisa memberikan bacaan bermutu, meningkatkan layanan, dan akses gratis pembaca, kami perlu bantuan Anda.

Shopping Basket

Berlangganan Konten

Daftarkan email Anda untuk menerima update konten kami.