Permoelaan
Saudara-saudara sekalian, kawan-kawankoe sefaham, salam dan bahagia dan kegembiraan hati dari saudara-saudara Istri Sedar saja sampaikan pada kamoe sekalian. Walaupoen soal jang kami haroes bitjarakan itoe adalah satoe soal jang penting sekali dalam rapat Konggres ini, akan tetapi hanjalah soeatoe roendingan jang pendek dan oemoem sekali jang saja bisa persembahkan pada ra’jat Indonesia, jang diwakili oleh saudara-saudara sekalian jang berhadlir, kaoem bapa, kaoem iboe dan pemoeda-pemoeda jang toeroet memikirkan dan mengichtiarkan segala keboetoehan-keboetoehan bagi kemadjoean dan ketinggian deradjat ra’jat kita.
Pembitjaraan kami tidaklah bisa dipandang tjoekoep atau lengkap, oleh karena boekanlah disini tempatnja oentoek mengadakan pembitjaraan jang pandjang lebar dan dalam, hanjalah sebagai pemandangan atau gambar dari keadaan pemoeroehan kaoem perempoean pada masa sekarang. Djoega tentang perobahan-perobahan atau ichtiar-ichtiar jang kita haroes fikirkan oentoek memperbaikinja, kita ta’ bisa selidiki dengan dalam, oleh karena segala ichtiar mengandoeng kejakinan dan kebisaan masing-masing perhimpoenan jang turut bercongres, kejakinan mana djoega sering sekali berdjaoeh atau malah bertentangan satoe sama lain, walaupoen toedjoean kita satoe, ialah memperbaiki hidoep dan nasibnja kaoem sekerdja perempoean Indonesia.
Oleh karena dalam congres ini, kita kaoem perempoean Indonesia ingin berbitjara dari hati sampai di hati, boekan sadja dari otak sampai di otak, kita tidak akan menimbang-nimbang perbedaan atau pertentangan masing-masing, hanjalah kerekatan dan persamaan dalam tjita-tjita kita jang mendjadi dorongan bagi kita oentoek berichtiar bersamasama oentoek mengadakan pertalian batin jang koeat, jang ta’ bisa diperdjaoehkan oleh kejakinan dan kepertjajaan kita masing-masing.
Soedah semoestinja, dalam tempo jang gelap goelita bagi rajat Indonesia—jang memang soedah sempit dan tersesat kehidoepannja, ditambang dengan serangan malaise—kaoem iboenja berkoempoel oentoek mempersatoekan hatinja dan bericthiar bersama-sama, sampai manakah kita bisa bekerdja dan melebarkan doenia perempoean kita jang masih sempit dan bingoeng ini.
Arti dan harganja kerdja
Apakah jang kita bisa namakan “kerdja” dan apakah harganja “kerja” bagi manoesia? “Kerdja” ialah soeatoe pembikinan, perboeatan atau hasil jang terdapat dari mempergoenakan kekoewatan otak atau hati.
“Kerdja” ini besar sekali goenanja oentoek tiaptiap manoesia, oleh karena anggota-anggota badan, otak dan hati (soemangat) kita tidak bisa sempoerna toemboehnja dan tidak bisa sehat djika tidak ada pekerdjaan, dengan pendek manusia haroes bergoena, haroes productief, oleh karena djika manoesia tidak bekerdja, nistjaja masjaraat jang didiami oleh manoesia itoe tidak akan membawa hasil. Arbeid adelt, kata pepatah Belanda, ialah Pekerdjaan itoe meninggikan boedi pekerti.
“Kerdja” itoe bisa ditoedjoekan oentoek membawa berkat pada diri sendiri, pada anak, istri atau familie atau terlebih bagoes oentoek oemoem, itoe terletak pada pendapatan masing-masing, asal sadja “kerdja” ini didjalankan dengan otak dan hati tenaga badan jang koeat, nistjaja besarlah hasilnja “kerdja” ini oentoek jang mengerdjakannja. Oekoeran pemberian “harga” pada “kerdja” itoe tergantoeng pada pendirian masing-masing, oentoek kita ja’lah “kerdja” jang ditoedjoekan pada perbaikan dan ketinggian deradjat Ra’jat Indonesialah jang paling “berharga”.
“Kerdja” itoe kita bisa lakoekan didalam roemah atau diloear roemah dengan mendapat oepah, asal sadja “kerdja” ini membawa berkat pada perempuan jang mengerdjakannja dan tidak melanggar kehormatannja sebagai manoesia. Kita tidak bataskan “kerdja perempoean” atau “kerdja lelaki”, walaupoen oentoek kebanjakan orang masih terdapat batas-batas jang sempit sekali. Oentoek kami segala “kerdja”, asal soetji dan membawa pada ketinggian dan kekoeatan boedi pekerti ialah boleh didjalankan kaoem perempoean. Kekoeatan otak dan tenaganja soedah mendjadi batas jang maha besar baginja.
Kerdja perempoean dalam roemah
Tentang kerdja perempoean didalam roemah semoea orang mengatakan bagoes, dan orang menjangka dengan gampang, bahwa soedah semoestinja dan kebiasaannja perempoean terseboet merawat anaknja, memasak, merawat roemah tangganja? Ia tidak melihat, bahwa tidak semoea perempoean jang bersoeami bekerdja sebagai terseboet, hanja namanja sadja “mengoeroes roemah tangga” katanja, akan tetapi sebetoelnja hanjalah “menghiasi badan”, mementingkan memelihara badannja sendiri dan ia tidak menoleh pada kewarasan badan soeami dan anaknja, tidak mementingkan keberesan roemah tangga, tidak memikirkan ataupoen mengichtiarkan pendidikan anaknja.
Tetapi walaupoen begitoe orang menamakan ia “bekerdja”, oleh karena telah “bersoeami”, walaupoen pekerdjaannja hanjalah schijnarbeid, pekerdjaan palsoe, sebab perempoean demikian tidak productief sama sekali, hidoepnja tidak menimboelkan berkat penghasilan oentoek pamili atau oemoem, hidoepnja ta’ beda daripada hidoepnja “koetoe-koetoe” dalam perut atau darah manoesia atau hewan dengan tidak berdaja oepaja sendiri, hanjalah enak memakan sadja tenaga orang lain.
Perempoean ini mengisi hidoepnja dengan mengobrol dan menetangga keroemah orang lain memain kartoe atau mentjeritakan kedjelekan-kedjelekan orang lain, atau pergi kepekan oentoek pelesiran, dengan pendek ia tidak mempoenjai kewadjiban “kerdja” selain kesenangan dirinja sendiri, akan tetapi tidak ada seorangpoen antaranja jang maoe diseboet “parasiet” (koetoe-koetoe) dan marahlah orang-orang membela keadaan dan mempertahankan “keperempoeanan palsoe” ini, djika kita dari fihak pergerakan perempoean radikal memberi nama padanja iaorang “perempoean jang ta’ bergoena”.
Sang iboe jang hanja ingin hidoep bersenangsenang ini, dengan hanja “memakai” sadja dan tidak “membikin”, jang hanja bisa memboroskan oeang soeami dengan tidak memakai otaknja atau hatinja oentoek mendidik anak dengan pengetahoean dan perasaan jang tinggi dan bersifat kemanoesiaan jang baik.
Dan soedah tentoe dalam hati dan fikirannja, perempoean-parasiet ini selamanja tergantoeng dari lakinja, djadi ia djaoeh dari mempoenjai fikiran sedar dan merdeka. Djadi njata, boekan kita anti “kerdja roemah”, akan tetapi anti “perempoean malas”, jang hanja bersoeami sadja tetapi tidak bekerdja dengan setjara berhasil oentoek kemadjoean dan kesoeboeran isi roemahnja, terlebih poela oentoek rajatnja. Keadaan ini ditimboelkan oleh pendidikan poela, jang diberikan pada anak-anak perempoean kita, pendidikan mana hanja ditoedjoekan pada “menarik birahi” pada laki-laki, soepaja lekas lakoe, lekas berkawin. Boekan pertjintaan dan kesoetjian dan niat oentoek menimboelkan toeroenan jang bisa melahirkan anak-anak jang bagoes, sehat dan pinter oentoek memperkoeat deradjat Bangsanja, akan tetapi “kesenangan hidoep” jang dikedjarnja. Boekan dipeladjari bekerdja jang pinter dengan tenaga otak atau badan, bekerdja jang memberi berkat, bekerdja jang bisa memberi sendjata oentoek mendapat kemerdekaan economie baginja.
Djika seorang perempean, jang soedah bisa bekerdja productief berkawin, walaupoen ia hanja bekerdja di roemah sadja, nistjaja didalam roemahnja djoega terhadap pada soeami, anak dan familie ia akan bekerdja setjara “productief ”. Tjinta dan tenaga otak dan badan ia akan persembahkan dengan sepenoeh-penoehnja, segala kekoeatan jang ada padanja ia bisa pergoenakan oentoek memelihara lahir dan batin soeami dan anaknja. Memang inilah jang memberi berkat paling bagoes pada Bangsa, productiviteit dari kaoem perempoeannja, ialah “kerdja” tangan, otak, hati.
Tatkala di Barat moentjoel pergerakan kaoem perempoean, teroetama dari kalangan-kalangan perempoean terpeladjar, maka sangat heibatnja iaorang membasmi “parasitisme” dari kawan-kawannja perempoean lain. Oentoek menggambarkan kebentjiannja maka Charlotte Perkins-Stetson (seorang pendekar perempoean Amerika Radikal) mengatakan dengan sangat pedasnja dalam boekoe: “De economische toestand der Vrouw”: “Er is slechts een stap van een huwelijk uit winzucht tot de prostitutie” (hanjalah soeatoe tingkat dari perkawinan oentoek mentjari “laba” kepada prostitutie).
Oentoek pendapatan kita, benarlah perkataan tadi, sebab hanjalah pertjintaan jang benar jang memberi “soetji” pada perkawinan, walaupoen perkawinan itoe sesjah-sjahnja menoeroet atoeran-atoeran perkawinan oemoem. Dan lagi seperti ini ia katakan: “Wij hebben de vrouw de moeder—de ware bron van opoffering door liefde—er toe gebracht om winst te maken uit haar liefde, een afzichtelijk paradox. Het is geen wonder dat de menschen zich met walging afkeeren van het soort vrouwen, dat zij gemaakt hebben.” (Kita memaksa perempoean, jaitoe si iboe—jang mendjadi soember dari pembaktian ole karena ketjintaannja—oentoek membikin laba dari pendjoealan ketjintaannja, ialah soeatoe pertentangan jang kedji. Tidak mengherankan djika orangorang dengan bentji sekali mendjaoehi perempoean sedemikian itoe).
Dan banjak-banjak lagi kita batja, hampir pada tiap-tiap katja. Dan boekan ia sendiri, akan tetapi hampir semoea kaoem pergerakan perempoean Barat dan soedah tentoe djoega kita, oleh karena tidak ada bedanja dalam pendapatan Barat dan kita tentang hal ini.
Pemboeroehan Perempoean
Djika kita melihat pada adanja pemboeroehan kaoem perempoean, maka sering kali jang terlihat oleh kita hanjalah kedjelekannja, kelalimannja jang meroesak segala kehaloesan-kehaloesan dalam hati dan tabiat manoesia, hanjalah tampak pertentangan antara si madjikan dan si boeroeh, pertentangan antara oentoeng dan oepah jang ketjil sekali, lamanja bekerdja; dan terlebih tampaklah didepan mata kita bermiljoen-miljoen boeroeh perepoean jang koeroes-koeroes, sedih dan miskin hidoepnja, dengan pendek: roesak kemanoesiaannja. Tampaklah poela bermiljoen-miljoen anak jang mendjadi korban dari memboeroehnja si iboe
dan terlantar di djalan raja, sehingga anak-anak ini tidak bisa mendjadi manoesia jang baik boedi pekertinja. Maka tidak heran, djika dalam hati saudara-saudara jang sempit pikiran timboellah keinginan, soepaja dihapoeskan sadjalah keadaan pemboeroehan itoe dan kaoem perempoean haroes tinggal tetap atau kembali pada roemah tangga sadja, walaupoen tidak ada anak atau soewami jang haroes dirawatnja, ataupoen djika ada soewami dan anak jang haroes dirawatnja tetapi kekoerangan bekal oentoek hidoep.
Orang-orang jang sematjam itoe njata loepa pada kemaoean zaman, loepa djoega pada keadaan masjarakat jang ta’ menoleh pada kemaoean masing-masing, akan tetapi teroes mendjalankan wetnja zaman industrialisatie dan perdagangan ini. Boekan oentoek kembali ke zaman dahoeloe, akan tetapi memperbaiki zaman baroe, itoelah kewadjiban kita!
Pemboeroehan bersandar pada pekerdjaan si boeroeh dan pekerdjaan inilah jang haroes memberi berkat pada rajat kita. Boekan pemboeroehan oentoek memberi laba pada kaoem modal jang kita poedjikan, hanjalah pekerdjaan jang memberi kekoeatan dan kemerdekaan bagi kaoem perempoean dan tentoe dengan perantaraan perempoean ini bagi ra’jat Indonesia seoemoemnja, tidak terpandang dimana tempatnja bekerdja, asal sadja memberi toelang sendi baroe, memberi kemadjoean dan kepertjajaan pada diri sendiri.
Tiap-tiap manoesia haroes bekerdja oentoek mendjaga penghidoepannja sendiri, penghidoepan anaknja. Akan tetapi soetjilah djika ia bekerdja ini djoega oentoek saudara-saudaranja manoesia lain, oentoek masjarakat. Dan tiap-tiap manoesia jang memalas atau hanjalah memikirkan keberoentoengan hidoep dirinja sadja, berdosalah ia, karena ia melalaikan kewadjibannja. Demikianlah djoega kaoem perempoean.
Soedah mendjadi kebiasaan, bahwa kaoem perempoean Marhaen selaloe hidoepnja ta’ berenti-berenti bekerdja diloear roemah oentoek mentjahari bekal hidoep bagi dirinja dan anak-anaknja, dan pekerdjaan didalam roemahpoen mendjadi bagiannja, sehingga beban jang dobellah jang ia haroes pikoel. Tidak heran djika iaorang tidak ada kekoeatan lebih jang ia bisa persembahkan pada oemoem, oleh karena dengan memenoehi kewadjibannja tadi djoega
ia telah tjoekoep membakti pada ra’jatnja, dan pengartian tidak ada padanja, sehingga habislah kekoeatan badannja itoe.
Terhadap pada Bangsa iaorang telah memnoehi kewadjiban, soepaja Bangsa ini djangan djatoh pada “parasitisme”, jaitoe ratjoen besar oentoek melembekkan segala kekoeatan Bangsa.
Akan tetapi tidakkah demikian kebiasaannja kaoem perempoean pertengahan dan tinggi, iaorang hanja bisa “memakai” sadja dan tidak bisa “membikin”, “meminta” dan tidak bisa “memberi”, dengan pendek iaorang tidak “bekerdja” dengan arti menimboelkan hasil selainnja dari melahirkan anak. Tetapi pendidikan dan pengrawatan anaknja poen ia pasrahkan pada lain orang.
Dalam tiap-tiap babad ra’jat di doenia maka njatalah, bahwa semata-mata kaoem perempoeannja berhidoep sebagai parasiet, mementingkan keeilokan dan perhiasan badan sadja, dengan tidak berichtiar atau mendjaga ketinggian deradjat ra’jatnja, nistjaja djatoehlah ra’jat itoe dan hilanglah kekoeatan dan ketinggian deradjatnja. Demikianlah terdjadi dengan bangsa Roem di zaman dahoeloe dan bangsa Griek. Sesoedahnja harta benda dan banjak sekali djariah-djariah (slaven) mendjadi kepoenjaan bangsa Roem dan Griek ini, sehingga kaoem perempoeannja tidak oesah bekerdja lagi, oleh karena terlampau banjak boedjang-boedjang dan “bekerdja” oentoek perempoean Roem dan Griek ini mengandung arti hina, oleh karena hanja djariah jang bekerdja, maka iaorang mendjadi parasiet perempoean jang sedjelek-djeleknja! Siang dan malam ta’ lain jang dipikirkannja hanjalah kesenangan hati dan kebagoesan badan.
Inilah menemboelkan kelembekan kaoem lelakinja djoega, sehingga tidak mengherankan, djika iaorang kalah kegagahan oleh orang Djerman. Ra’at Djerman mempoenjai iboe-iboe dan perempoean-perempoean toekang “bekerdja” dan tidak bertabiat seperti perempoean Roem dan Griek tadi—jang hana mementingkan hal-hal jang berhoeboengan dengan kenafsoean dan kemoerkaan tjinta sadja dengan tidak mengichtiarkan sifat-sifat jang mendjadi toelang sendi ra’jatnja—maka sampai sekarang djoega Bangsa Djerman ini termasoek ra’jat segagah dan sepinter di doenia.
Ini telah mendjadi tjonto dan tjamboek bagi kaoem perempoean Barat. Tatkala moentjoelnja pergerakan kaoem perempoean Barat ialah Soal Pekerdjaan jang mendorong padanja oentoek bergerak, oleh karena pekerdjaan mendjadi soengsoem baloengnja ra’jat. Oentoek kaoem perempoean soal “kerdja” ini djoega mengandoeng soal “Kemerdekaannja”. Dalam tiap-tiap boekoe atau tjita-tjita dari pergerakan kaoem perempoean Barat kita melihat sebagai Olive Schreiner (salah satoe pendekar perempoean Inggris) membilang dalam boekoenja “Woman and Labour”: “Give us labour and the training which fits for labour! We demand this not for ourselves alone, but for the race”. (Berilah kita pekerdjaan dan peladjaran jang bisa memberi kekoeatan oentoek mendjalankannja. Kita meminta ini boekan sadja oentoek kita, tetapi oentoek bangsa).
Dan terhadap pada kaoem perempoean bangsawan jang tidak bekerdja dan hanja memikirkan tjara bagaimana ia bisa menarik tjinta dan birahi dari lelaki ia berkata: “She was the fine lady, the human female parasite—the most deadly microbe which can make its appearance of the surface of any social organism”. (Ialah perempoean haloes, parasiet manoesia perempoean, soeatoe koetoe jang terpandai mematikan segala hal diatas lapangan sosial).
Maka terhadap pada kemadjoean dan ketinggian deradja Bangsa ia berkata: “Not slavery, nor the most vast accumulation of wealth, could destroy a nation by enervation, whose woman remained active virile and laborous”. (Boekan pemboedakan atau pertoempoekan kekajaan jang maha besar bisa mentjerai-beraikan soeatoe Bangsa dengan kelembekan, djika perempoeannja tinggal actief, gagah dan ahli bekerdja). Maka banjak lagi boekoe lain, jang kita bisa koetip perkataan-perkataannja, akan tetapi terlampau pandjanglah
djika kita haroes ambi semoeanja.
Djika kita oekoer perkataan-perkataan tadi dengan zamannja iaorang berdjoeang oentoek mereboet kemerdekaan kaoem perempoean Barat, maka perasaan kita tidak beda sama sekali maksoed dan toedjoeannja dengan maksoed dan toedjoean kita. Djoega iaorang merasakan, walaupoen propagandanja oentoek “bekerdja, beladjar oentoek bekerdja soepaja djadi merdeka” sangat hebatnja, semalah sampai menimboelkan aliran anti perlindoengan bekerdja dari kaoem perempoean, djika kaoem boeroeh laki-laki jang sesamanja tidak diperlindoenginja djoega, anti larangan kerdja malam atau kerdja jang meroesak badannja perempoean seperti kerdja mengambil areng batoe, pabrik-pabrik timah, kwik, dll. (Inilah oleh karena iaorang sama sekali tidak maoe kalah dengan orang laki-laki). Jang ditoedjoenja ialah: ketinggian deradjat bangsa, kekoeatan bangsa dengan tingginja deradjat perempoean dan kekoeatan kaoem iboenja.
Dalam mengedjar maksoednja tadi tidak ada bedanja dengan kaoem perempoean di Indonesia. Djoega iaorang haroes mereboet hak-haknja dengan keberanian dan pengetahoean, djoega iaorang haroes melaloei randjau-randjau pendapatan koeno jang menjoeroeh kaoem perempoean tinggal diroemah sadja dan djangan memboeroeh oentoek oepah. Djoega iaorang hanja dididik oentoek “berkawin” sadja dan menggantoengkan keberoentoengan hidoepnja dari soeami jang beloem tentoe akan meminangnja.
Djoega kaoem perempoean Marhannja sama dengan kaoem perempoean Marhaen kita, hidoep selaloe dalam pemboeroehan dan pemboedakan. Djoega disana dari dahoeloe iaorang boleh bekerdja diloear roemah seperti di negri kita. Dan djika disana perempoean-perempoean bergerak oentoek pemboekaan pekerdjaan tinggi, oentoek pemboekaan sekolahan-sekolahan tinggi, sama dengan keadaan di tanah kita. Almarhoem Kartini, Dewi Sartika, Oemi Koelsoem dll telah mengichtiarkan pemboekaan sekolahan-sekolahan anak-anak perempoean, soepaja anak-anak ini nantinja bisa bekerdja sendiri. Ini boekan oentoek kaoem Marhaen, hanjalah oentoek kaoem Menak dan Pertengahan.
Lily Braun seorang sosialis perempoean jang terkenal di Djerman sebagai pembela kaoem peremoean Marhaen menoelis soeatoe boekoe jang penting sekali ialah “De Vrouwkwestie”. Maka hampir dalam tiap-tiap katja kita membatja kesedihan dan kesengsaraan hidoepnja kaoem boeroeh perempoean Marhaen. Akan tetapi boekan pada tempatnja kita memperdalam hal ini, hanjalah saja mempertimbangkan perkataannja, ialah: “Terwijl de burgerlijke vrouw den arbeid als de grootste bevrijder zoekt, is deze voor de proletarische vrouw een middel tot knechtschap geworden en terwijl het recht op arbeid een der voornaamste menschen-rechten is, is de verdoeming tot arbeid een bron van verontzedelijking (Sedangkan perempoean bordjoeis mentjahari pekerdjaan sebagai pembela dirinja, oentoek perempoean proletar ia mendjadi djalan oentoek perboedakan, sedangkan hak oentoek bekerdja adalah hak jang paling terpenting bagi manoesia, maka terkoetoek oentoek bekerdja ialah soember dari keroesakan moral).
[…]
Penoetoep
Saudara-saudara, sebagai penoetoep kita sekarang mengetahoei keadaan boeroeh perempoean Indonesia itoe ada djaoeh dari sempoerna. Kita djoega mengerti bahwa selainnja dari perobahan wetgeving tentang atoeran kerdja, jang boleh dikedjar dengan roepa-roepa djalan menoeroet systeem dan kepertjajaan masing-masing perhimpoenan perempoean jang toeroet bercongres, maka ialah djoega mengadjoekan sarekat-sarekat sekerdja perempoean, dan inilah ada soeatoe soal jang penting sekali.
Sampai sekarang diichtiarkan soepaja perempoean terpeladjar memberi pimpinan pada kaoem pekerdja, ini menimboelkan keadaan jang tidak sehat. Seperti djoega sarekat sekerdja orang lelaki hanja bisa berhasil djika pimpinan dan anggauta-anggauta dari sarekat pekerdja terseboet berdiri koeat dan sentausa dan insjaf pada kewadjibannja dan menanggoeng konsekwensi jang tegoeh terhadap pada aksi-aksi jang diichtiarkan, demikianlah djoega terhadap pada sarekat sekerdja dari kaoem perempoean. Boekan kita akan menghalangi kemaoean saudara-saudara jang barangkali mempoenjai tjita-tjita oentoek memimpin sarekat sekerdja perempoean, tidak tahu dari golongan apa, hanjalah saja memberi ingat, bahwa segala hal haroes didasarkan pada pengetahoean jang dalam, soepaja djanganlah djadi tersiasia bekerdja. Dan pintoe pemboekaan bagi kaoem pekerdja perempoean, ialah pengetahoean dengan djalan sekolahan, cursus-cursus dll soepaja iaorang sendiri bisa menggoeloengkan lengan badjoenja oentoek berdaja oepaja sendiri dan tidak dibawah “pimpinan kita”.
Maka sampailah saja pada pengabisan pidato saja. Kwadjiban pergerakan perempoean di Indonesia oentoek memperbaiki nasibnja boeroeh perempoean ialah: a. melebarkan lapang pekerdjaan boeat kaoem perempoean dan mendjaga djangan sampailah djabatan-djabatan tertoetoep baginja; b. menambah kesempatan-kesempatan dimana kaoem perempoean bisa membesarkan ketjakapannja boeat bekerdja; c. mendapatkan atoeran-atoeran pekerdjaan jang baik dan adil baginja; d. memadjoekan sarekat-sarekat sekerdja perempoean.
Oentoek mendjalankan hal ini semoea kita tadi telah bilangkan, bahwa tiap-tiap perhimpoenan perempoean haroes bekerdja menoeroet kepertjajaan masing-masing, oleh karena kita tidak mengadakan soeatoe aksi bersama-sama dalam hal ini, selainnja massa-protesten terhadap keboeroekan-keboeroekan jang terdapat dan mendjalankan penjelidikan bersama-sama.
Sebagai penoetoep, maka saja harap, berfaedahlah pidato saja jang pendek dan sempit ini, soepaja ini bisa menimboelkan soeatoe aksi jang koeat dari kamoe sekalian, saudara-saudarakoe kaoem iboe Indonesia, kawan-kawankoe dalam ichtiar oentoek meninggikan dan memerdekan kaoem PEREMPOEAN INDONESIA dan RA’JAT INDONESIA semoeanja…
Oleh Nj. Soewarni Pringgodigo
diketik ulang dari:
Boekoe Peringatan Konggres Perempoean Indonesia II di Djakarta
20-24 Djuli ’33, hlm. 73-84
*Sumber: Jurnal PROBLEMFILSAFAT, No. 09 / Tahun 01 / Mei 2011, hlm. 58-62.