Daftar Isi Edisi Ini:
- Grundrisse dan Krisis Kapitalisme
- Prof. John Roosa: Identitas bangsa Indonesia berubah total sesudah 1965
- Memikirkan Kembali Relasi Manusia dan Alam
PENGETAHUAN bukanlah sesuatu yang ajeg. Dinamika serta perubahan atas realitas membuat pengetahuan harus selalu dinamis dan berubah pula. Adaptabilitas pengetahuan terhadap realitas menjadi penting agar pengetahuan menjadi fungsional bagi kebutuhan kemanusiaan itu sendiri. Tautan erat antara pengetahuan dengan realitas akan membantu kita terhindar dari cara pandang doktriner sekaligus dogmatis. Kritisisme, keraguan atau bahkan mempertanyakan pengetahuan selalu terbuka entah untuk ditolak atau diterima dengan catatan-catatan tertentu.
Dalam hal ini, menjadi penting setiap upaya dari apa yang kami sebut sebagai, proyek ‘Memikirkan Kembali.’ Apa yang pernah dinyatakan di masa lampau sebagai sebuah pengetahuan, adalah objek yang sah untuk diperiksa kembali validitas serta kebenaran pernyataannya sebagai suatu pengetahuan. Hal ini, tentu saja, bukan demi pengetahuan itu sendiri, tapi pada bagaimana agar pengetahuan tersebut menjadi operasional dalam pengalaman kita. Fitur-fitur apa saja yang penting dipertanyakan agar pengetahuan tersebut menjadi bermakna dalam kondisi kekinian kita? Apakah pengetahuan yang pernah dinyatakan benar dengan sendirinya benar di situasi sekarang? Apa yang membuat suatu pengetahuan di masa lampau dapat berarti dalam pengalaman kita kini? Pertanyaan-pertanyaan ini akan selalu muncul dalam proyeksi ‘Memikirkan Kembali’ suatu pengetahuan. Hanya dengan upaya ini maka pengetahuan dapat berkembang dan terbarukan.
LBR untuk itu menjadi wadah yang serius akan proyeksi ‘Memikirkan Kembali’ ini. Salah satu cara penting untuk merevitalisasi politik Kiri adalah dengan memeriksa kembali semua pengetahuan yang berakar dari tradisi pemikiran Kiri, lalu merefleksikan pemikiran tersebut dengan kondisi kita kini. Stagnasi, ketidaksensitifan, juga ketidakberdayaan politik Kiri Indonesia sekarang, bisa ditelusuri salah satu masalahnya pada kegagalan mengartikulasikan kembali pengetahuan Kiri itu sendiri. Kegagalan atas ini dapat dilihat pada begitu minimnya elaborasi serta produksi atas pengetahuan Kiri dalam pengalaman kekinian gerakan perlawanan Indonesia. Begitu masifnya gerakan perlawanan yang dilakukan massa rakyat pekerja, tidak dibarengi dengan kapasitas intelektual yang mumpuni untuk menopang perlawanan massa rakyat tersebut. Jika hal ini terus dipertahankan, dapat dipastikan gerakan perlawanan massa rakyat pekerja akan memiliki nafas yang pendek, karena imajinasi perlawanan selalu mensyaratkan refleksifitas pengetahuan. Hanya dengan dialektika antara teori dan praktek maka kemenangan politik Kiri dimungkinkan terjadi di Indonesia.
Mengutip Lenin, ‘tanpa teori revolusioner tidak ada praktik revolusioner.’ Pernyataan ini mungkin telah menjadi liturgi bagi beberapa orang dan akan selalu dirapal berulang-ulang. Namun, pernyataan Lenin selalu relevan ketika kemalasan untuk berpengetahuan menjadi gejala umum di dalam tubuh gerakan itu sendiri.***
Selamat Membaca!