PADA tanggal 31 Mei hingga 2 Juni 2008 Budiman Sudjatmiko, Ketua Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem), yang merupakan organisasi sayap PDI Perjuangan (PDI-P), berkunjung ke Belanda. Bekas aktivis mahasiswa 1998 ini antara lain menjadi pembicara dalam diskusi tentang “Pancasila dan Nasionalisme” di depan komunitas Indonesia, di Zeist, Belanda.
Usai pertemuan tersebut, Budiman Sudjatmiko berkesempatan bincang-bincang dengan koresponden Rakyat Merdeka dan myRMnews di Belanda, A. Supardi Adiwidjaya. Berikut ini petikannya.
A. Supardi Adiwidjaya (ASA): Anda Ketua Repdem yang merupakan organisasi sayap PDI Perjuangan. Bisa Anda ungkapkan mengenai, misalnya, fungsinya?
Budiman Sudjatmiko (BS): Repdem adalah organisasi yang didirikan oleh sejumlah aktivis pada akhir 2004 sebagai bentuk keprihatinan kami, karena menurunnya suara yang diperoleh PDI Perjuanagan pada Pemilu 2004.
Meskipun saat itu kami memang bukan anggota partai ini, namun riwayat perjuangan kami dalam menegakkan demokrasi selama era Orde Baru juga tak terlepas dari PDI yang waktu itu dikenal sebagai PDI pro Mega. Sebagai partai yang lahir melalui perjuangan demokrasi, tentu kami prihatin dengan keadaan tersebut sehingga kami berkesimpulan untuk memperkuat PDI Perjuangan.
ASA: Apa saja yang sudah dikerjakan oleh Repdem?
BS: Sejak kami berdiri pada akhir 2004, kami sudah melakukan banyak kegiatan, mulai dari seminar, kegiatan bakti sosial seperti menyelenggarakan nikah massal bagi pasangan-pasangan yang tidak mampu, mengorganisir sejumlah demonstrasi menyuarakan aspirasi rakyat, pelatihan-pelatihan ketrampilan bagi para pekerja dan semacamnya
ASA: Menyinggung soal aktual di Tanah Air misalnya, Pemerintah SBY-Kalla menaikkan harga BBM. Rakyat kecil menjerit. Pendapat Anda?
BS: Saya kira pemerintah hanya mengulangi apa yang sudah mereka lakukan dari dulu ketika menghadapi gejolak harga minyak dunia. Selalu saja mereka mendengarkan omongan para ekonom yang cara berpikirnya tidak bisa keluar dari resep-resep ekonomi klasik untuk menyelamatkan APBN dengan cara mencabut subsidi BBM.
Padahal yang bisa dilakukan pemerintah adalah misalnya: menaikkan pajak progresif terhadap konglomerat- konglomerat di Indonesia, pajak yang tinggi untuk penggunaan barang mewah. Gunakan semua dana itu untuk menutupi subsidi bahan bakar.
ASA: Reformasi sudah berjalan 10 tahun. Masalah apa saja yang sudah dipecahkan, dan persoalan apa yang masih harus diselesaikan?
BS: Dalam menghadapi situasi ekonomi, politik dan sosial di Indonesia yang kerap kali bergolak, dan juga dalam menghadapi pemilu kali ini, saya merasa bahwa Indonesia sekarang ini benar-benar bukan sekedar membutuhkan presiden baru. Tapi yang dibutuhkan oleh Indonesia adalah kepemimpinan yang benar-benar baru. Dalam arti, yang kita butuhkan adalah pemimpin yang sanggup mengatasi hambatan-hambatan psikologis dan politis di sekitar dirinya.
Saya harus mengatakan ini, karena hambatan psikologis-politis dari pemimpin yang ada sekarang, telah menyebabkan hilangnya banyak kesempatan kita untuk menyelesaikan persoalan-persoalan bangsa. Persoalan bangsa yang saya maksud di sini adalah terutama persoalan bangsa yang sudah ada sebelum reformasi yang belum sempat diselesaikan sampai sekarang, seperti kekerasan politik oleh negara, korupsi oleh birokrasi yang bekerjasama dengan pengusaha.
Adapun persoalan lain adalah persoalan-persoalan yang muncul setelah munculnya reformasi, artinya persoalan-persoalan yang muncul selama 10 tahun terakhir ini. Contohnya adalah persoalan kekerasan politik antara masyarakat atau sekelompok masyarakat atas kelompok masyarakat lainnya, sebagaimana yang terjadi pada tanggal 1 Juni kemarin, saat orang-orang yang menyuarakan kebebasan beragama diserang oleh kelompok-kelompok kanan seperti FPI, korupsi oleh para pejabat politik dan juga pengusaha sebagaimana sering tercermin dalam pembuatan sejumlah undang-undang.
Persoalan-persoalan yang saya identifikasi tadi harus segera diselesaikan sebelum ia menjadi berkarat dan kian berbahaya untuk jangka waktu ke depan. Dan itu membutuhkan kepemimpinan yang tegas dan berani berbuat nyata untuk itu. Persoalan kita sekarang adalah pemerintah SBY sangat lah peragu untuk menghadapi soal-soal seperti itu.
Bagi saya Pemilu 2009 harus menjadi momentum penentuan, sebuah titik simpang jalan, di mana kita harus memilih, mau segera keluar dari benang kusut ini untuk kemudian melompat keluar dalam sebuah lompatan kualitatif, sehingga sebagai bangsa kita terus maju…atau mau terus menerus bergelut dengan soal-soal yang sama yang berakibat bahwa kita akan kehilangan kesempatan untuk 5 tahun lagi dalam mengejar ketertinggalan kita.
ASA: Anda mengatakan tentang kepemimpinan yang benar-benar baru. Bagaimana dengan Megawati, yang telah resmi menjadi Capres yang diusung oleh PDI Perjuangan? Bukankah beliau termasuk “pemimpin lama”?
BS: Bagaimanapun juga masa kepemimpinan Bu Mega pada periode yang lalu tidaklah lima tahun penuh. Ada banyak hal yang mulai dirintis, yang sebenarnya berpotensi untuk memperbaiki taraf hidup rakyat namun kemudian terhenti karena terjadinya peralihan kekuasaan. Yang saya maksud di sini adalah soal pelaksanaan UU Sistem Jaminan Sosial.
Tampaknya pemerintah sekarang tidak menunjukkan indikasi untuk melaksanakan hal tersebut. Tentu selama pemerintahannya pada periode yang lampau, banyak juga kekurangan yang masih harus diperbaiki. Mungkin sebagian ketidakpuasan muncul juga karena sangat tingginya pengharapan orang untuk mendapatkan perubahan secara cepat. Track yang tepat, namun hasil yang tidak cepat diperoleh, seringkali dikritik sebagai kegagalan.
Kenapa kami mencalonkan kembali bu Mega, karena kami sudah belajar dari kekeliruan-kekeliru an kami di masa lampau. Lagi pula, PDI Perjuangan sedang memperkaya tim kami dengan tenaga-tenaga muda yang progresif dan cekatan untuk mempersiapkan semua itu.
ASA: Pemilu, boleh dibilang sudah diambang pintu, tinggal sekitar setahun lagi akan dilaksanakan. Bagaimana pandangan Anda tentang sistim pemilihan langsung yang memilih pasangan presiden dan wakil presiden di Indonesia ini?
BS: Ini adalah sebuah realita di Indonesia, saya kira tidak mungkin untuk memutar balik jam sejarah. Yang jadi soal adalah, kita tetap perlu memastikan agar pemilihan presiden ini tetap harus melalui jalur partai politik. Ini perlu ditekankan agar tetap ada pertanggungjawaban institusional dalam kehidupan politik kita dalam memilih seorang pemimpin.
Pemilihan presiden secara langsung melalui jalur kepartaian akan menggabungkan kearifan bersama, yaitu melalui mekanisme partai dalam memilih bakal calon presiden, dengan kualitas dan aspirasi individual dari calon presiden dan para pemilih, dalam memilih pemimpin mereka
ASA: Lalu bagaimana penilaian Anda tentang pemerintahan yang dihasilkan dengan sistem pemilihan presiden langsung oleh rakyat di Indonesia ini? Nyatanya kabinet atau pemerintahan yang dihasilkan itu sistemnya presidentil tidak, sistem parlementerpun bukan. Pandangan Anda?
BS: Yang agak rancu adalah bahwa selama era reformasi, rupanya ada trauma terhadap sistem Orde Baru yang memang sangat tersentralisasi kekuasaan di tangan seorang diktator. Tapi menurut saya, kritik atas kekuasaan di era Orde Baru, tidak semestinya membuat kita memperlemah lembaga kepresidenan dalam sistem yang presidensiil seperti sekarang. Bayangkan, kenapa sejumlah hak prerogatif presiden, seperti mengangkat dubes harus dikurangi? Bukankah presiden adalah lembaga negara, sementara duta besar adalah utusan negara?
ASA: Tampaknya setiap partai diharuskan atau terpaksa mencari pasangan sebagai cawapres di luar partainya. Pendapat Anda?
BS: Saya kira tidak ada yang mengharuskan PDI Perjuangan untuk mencari calon wakil presiden dari kalangan non PDI Perjuangan. Tidak ada keharusan di situ. Yang jadi soal adalah kita membaca realita politik dan realita sejarah masyarakat kita bahwa di Indonesia ini tidak ada yang bisa berkuasa sendirian dalam syarat-syarat kekuasaan yang demokratis.
Terkecuali di era kediktatoran Orde Baru, di mana hanya satu pihak saja bisa berkuasa secara efektif. Melihat keragaman Indonesia, saya melihat tidak ada kekuatan politik manapun di era demokrasi yang bisa beroleh suara di atas 50%. Jadi mencari calon wakil presiden dari luar partai adalah satu bentuk kearifan politik. Demokrasi kan hanya bisa hidup dengan kearifan.
ASA: Mungkinkah PDI-P mengajukan cawapres dari dalam partainya sendiri?
BS: Kemungkinan itu bisa saja, tak ada yang tak mungkin. Namun itu butuh salah satu dari dua syarat ini: 1. PDI Perjuangan beroleh suara lebih dari 50 persen dalam pemilu legislatif, atau; 2. Calon presiden dari PDI Perjuangan begitu tidak lakunya sehingga tak ada orang yang berminat menjadi pasangan calon wakil presidennya. Nah, rasanya salah satu maupun kedua keadaan itu nyaris mustahil kan? Ini bukan argumentasi yang muncul dari rasa tidak percaya diri atau tinggi hati, tapi lebih bersifat realistik.
ASA: Apakah PDI-P dalam pemilu langsung presiden ini lebih menonjolkan kharismatik calonnya atau menganggap penting mengusung program untuk kepentingan rakyat banyak atau wong cilik?
BS: Partai manapun yang mengusung capres hanya mengandalkan kharisma tokoh pasti tak akan menuai kemenangan yang berkualitas. Bisa saja menang, tapi tak akan banyak mensejahterakan rakyat. Karena itu, yang paling pas adalah menggabungkan antara kedua aspek itu, kharisma tokoh dan ketepatan program untuk kepentingan rakyat
ASA: Tampaknya, PDI Perjuangan bekerja keras untuk memenangkan Mega sebagai presiden. Penjelasan Anda?
BS: Sebagai seorang Ketua Umum Repdem yang merupakan organisasi sayap PDI Perjuangan, saya tentu akan berjuang sekeras-kerasnya agar pemilu 2009, baik itu pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD, maupun pemilihan presiden, bisa kita menangkan.
Tentu saja kami di PDI Perjuangan sekarang sedang menggodog agar pemerintahan oleh Bu Megawati, seandainya terpilih pada pilpres 2009, akan menjadi pemerintahan yang bisa mengatasi persoalan-persoalan yang saya sampaikan di atas. Dengan begitu, diharapkan ia akan bisa memberikan landasan yang cukup solid bagi pemerintahan- pemerintahan selanjutnya untuk bisa mengejar ketetinggalan Indonesia selama ini.
Untuk itu, kami di PDI Perjuangan sekarang sudah membentuk Badan Pemenangan Presiden (BP Presiden) dan Mega Centre untuk mematangkan semua gagasan, program, dan agenda pemerintahan untuk kami pertarungkan dalam pemilu legislatif maupun pilpres pada tahun 2009. Kami mencoba menghimpun kalangan intelektual, dari dalam maupun dari luar partai, begitu juga kalangan pergerakan rakyat, untuk bersama-sama merumuskan program pemerintahan macam apa yang harus dilaksanakan oleh pemerintahan Bu Mega kelak.
ASA: Sudah dipikirkan, bagaimana kalau PDI-P menderita kekalahan atau mendapatkan suara yang kurang, sehingga Megawati tak terpilih menjadi presiden alias gagal lagi?
BS: Tentu yang kami fokuskan sekarang adalah bagaimana memenangkan pertarungan pemilu 2009, baik legislatif maupun presiden. Mengenai Plan B, yaitu bagaimana jika tidak berhasil, tentu sejarah telah mengajarkan pada kami bagaimana menjadi oposisi yang baik maupun menjadi pendukung pemerintah yang loyal.
Apapun posisi politik yang kami akan ambil, kami tidak akan jadi partai yang mendua, yaitu secara resmi mendukung pemerintah tapi dalam sikap politik berseberangan dengan pemerintah yang kami dukung. Kami tak akan seperti itu.
Sementara sebagai oposisi, selama ini kami sudah cukup memberikan pelajaran dan pendidikan politik bagi semua orang tentang etika berpolitik di era demokrasi. yaitu mengkritik pemerintah jika memang kebijakannya tidak memihak rakyat dan memajukan demokrasi, dan mendukungnya jika kebijakan pemerintah memihak kepentingan rakyat dan demokrasi.
Pengalaman selama pemerintahan SBY-JK ini, ternyata banyak kebijakannya yang tidak memihak rakyat, adalah kewajiban konstitusional kami untuk berseberangan dengan pemerintah.
ASA: Bisa anda ungkapkan mengenai program konkret pemerintahan Megawati, jika bisa memang dalam Pemilu 2009.
BS: Di Mega Centre, kami sekarang sedang menggodog pada persoalan-persoalan peningkatan kesejahteraan rakyat, yang berfokus pada 4 tema sentral, yaitu: sektor pertanian, nelayan, pengentasan kemiskinan secara menyeluruh dan komprehensif serta perbaikan infrastruktur. Pada saatnya kampanye, akan kami keluarkan blue print secara tertulis, lengkap dengan alokasi anggaran yang kami akan perjuangkan, agar rakyat tidak membeli kucing dalam karung dalam memilih pemimpinnya.***
Wawancara ini sebelumnya dikirim oleh Bdg Kusumo di milis santrikiri@yahoogroups.com, 6 Juni 2008.