Pendapat

Marxisme: Metode Ilmiah dan Praxis Emansipasi

Tanggapan Atas Martin Suryajaya Dalam tulisannya yang berjudul Marxisme dan Propaganda, Martin Suryajaya memaparkan bagaimana seharusnya propaganda Marxis itu dijalankan. Titik berangkat propaganda Marxis, menurut

Menolak Bodoh

PERTAMA, kami hendak meminta maaf terlebih dahulu atas keterlambatan kami dalam merancang dan meluncurkan gerakan ini. Semestinya, gerakan ini lahir lebih cepat. Sayangnya, kami hidup

Upah Murah: Penyebab dan Solusinya

TIDAK lama lagi kaum buruh Indonesia akan melakukan Mogok Nasional. Salah satu tuntutan utama mereka adalah kenaikan upah. Ada yang menuntut kenaikan upah minimal 50 persen; ada juga yang menuntut kenaikan upah 60 persen. Wajar jika kaum buruh menuntut kenaikan upah tinggi, karena selama ini kontribusi mereka terhadap ekonomi Indonesia terus meningkat, sementara upah riil mereka stagnan. Upah murah memang merupakan sebuah masalah kronis di Indonesia. Pertanyaannya, apa penyebab dari upah murah di Indonesia?

Salvador Allende: Yang Mati Namun Tetap Abadi

SERINGKALI kita mengritik mesianisme dalam gerakan progresif karena kecenderungannya untuk mengarah ke semacam kultus individual. Tetapi, terkadang sebuah gerakan butuh figur yang kharismatik. Allende contohnya. Tentu saja dia menjadi semacam ‘juru selamat’ bukan karena berjarak dengan rakyat, melainkan dengan menghidupi kehidupan rakyat dan bergerak bersama mereka, karena pemerintahan Allende tidak mungkin bertahan tanpa massa rakyat yang militan

Aliansi Kelas Pekerja dan Reformasi Agraria di Indonesia

Indonesia adalah negara dengan kesenjangan ekonomi tinggi dan sekaligus merupakan negara terburuk dalam mengatasi kemiskinan di Asia Tenggara, karena jumlah penduduk miskin bertambah 2,7 juta dalam tiga tahun terakhir (Prakarsa Policy Review 2011). Salah satu penyebab tingginya kesenjangan ekonomi dan kemiskinan adalah ketiadaan keadilan agraria, yang ditunjukkan oleh koefisien gini kepemilikan tanah yang terus naik dari tahun ke tahun.

Coco Levy, Cerita Perjuangan Petani Filipina

ADA kabar gembira dari Filipina. Datangnya dari Willy Marbella, salah satu pemimpin Kilusang Magbubukid ng Pilipinas (KMP), Gerakan Petani Phillipina, yang saya temui di markasnya di Quezon city.

Pada sebuah pagi di bulan Juli 2013, Willy masih bercelana pendek dan kaos dalam berwarna putih. Ia jelas belum mandi, namun tak menghalanginya menceritakan kabar baik, yang membuat pagi itu terasa penuh semangat. ‘Ini tahun berbeda, perjuangan petani kelapa memasuki babak paling penting. Pengadilan Tinggi baru saja memenangkan gugatan petani. Mereka berhak atas dana pajak yang mereka bayar empat puluh tahun lalu,’ ujar Willy berseri.

Neoliberalisme dan Kekerasan Sektarian

DALAM sistem neoliberalisme, Politik (dalam pengertian P besar) sebagai sebuah ikhtiar publik untuk melayani kepentingannya sendiri telah bangkrut. Apa yang terjadi, politik semata-mata diorientasikan untuk melayani dan tunduk pada mekanisme pasar. Segala sesuatu yang menghambat hukum pasar, baik yang datang dari negara, kelas, dan komunitas harus disingkirkan. Politik disapu bersih oleh, meminjam Walter Benjamin, ‘angin puyuh kemajuan/storm of progress. Jika pada masa Benjamin ‘kemajuan’ itu adalah ‘modernisasi,’ maka pada kita, ‘kemajuan’ itu adalah ‘neoliberalisme.’ Pasar bebas adalah dasar dan tujuan bermasyarakat.

Menelusuri Bara Api dalam Insiden Jeddah

Tak jelasnya perlindungan, upaya pemerintah yang minim dalam menyediakan akses pelayanan bagi BMI, tak adanya pengaturan bagi BMI tak berdokumen, dan birokrat-birokrat yang kurang empatik ini akhirnya berakumulasi dan memuncak pada insiden Jeddah. Pemerintah yang tak terbiasa menyediakan pelayanan secara sistematis bagi BMI, akhirnya kelimpungan ketika ribuan BMI tak berdokumen hendak mengurus Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) untuk memperjelas statusnya. Pemerintah yang mengandalkan skema pemadam kebakaran—menunggu kasus dulu baru bergerak—merasa telah melakukan yang terbaik dengan menambah staf, relawan, dan loket untuk melayani pengurusan SPLP. Padahal kenyataannya, tindakan ‘terbaik’ pemerintah ini masih jauh dari akomodatif bagi BMI. Pemerintah hanya membuka loket pengurusan SPLP di Riyadh dan Jeddah, sehingga loket di dua kota ini dipadati BMI dari Makkah, Madinah, Taif, Khamis, Musaid, Najran, Baha, Tabuk dan Jizan. Saat terdapat ribuan BMI mengantre di kantor KJRI untuk mengurus dokumen pemutihan izin tinggal, KJRI malah tutup dan tidak melayani pengurusan dokumen, dengan alasan sedang memproses dokumen yang sudah masuk. Hal ini membuat para BMI khawatir tidak dapat memanfaatkan masa amnesti yang diberikan pemerintah Saudi yang tinggal 23 hari lagi (VOA Indonesia, 2013).

Shopping Basket

Berlangganan Konten

Daftarkan email Anda untuk menerima update konten kami.