Komunisme Indonesia: Jalan Parlementer yang Sarat Marabahaya
Ilustrasi:Â Illustruth KETIKA D.N. Aidit, yang saat itu baru berusia 27 tahun, mengambil alih kepemimpinan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada Januari 1951, partai ini adalah organisasi
Ilustrasi:Â Illustruth KETIKA D.N. Aidit, yang saat itu baru berusia 27 tahun, mengambil alih kepemimpinan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada Januari 1951, partai ini adalah organisasi
Apa yang dilupakan dari glorifikasi kesuksesan individu-individu terpinggirkan seperti ini adalah kompleks kemiskinan dan kekerasan struktural yang melingkupi masyarakat secara luas.
“Sebegitu murahkah harga keselamatan kita di hadapan para pengurus publik? Ini kenyataannya. Ini tidak bisa diteruskan. Ini bukan soal rakyat bawel dan sebagainya. Kalau kita tempatkan para pegawai kita itu di tempat rentan di sekitar proyek, seperti di Sorik Marapi, barangkali sikap mereka akan berubah.”
Ilustrasi: Illustruth DALAM setahun terakhir, ada dua aksi demonstrasi berskala masif yang melibatkan mahasiswa, buruh, dan elemen koalisi masyarakat sipil di tanah air. Yang pertama
Ilustrasi: Deadnauval UNDANG-UNDANG Cipta Kerja, sebuah produk legislasi yang dibentuk menggunakan metode omnibus dan disahkan baru-baru ini, telah menjadi wajah teranyar rezim hukum yang mengabdi
Ilustrasi: Illustruth PENGESAHAN Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Cipta Kerja pada 5 Oktober silam telah memicu lahirnya gelombang demonstrasi di berbagai wilayah di Indonesia. Undang-undang yang
“Menghadirkan suara-suara marjinal dalam ruang maupun wacana publik bukan lagi sekadar soal inklusivitas, melainkan juga soal sejauh mana kita ingin mendekatkan diri kepada kebenaran yang membawa kita kepada pembebasan.”
Pada akhirnya, di tengah berbagai masalah yang kita, kaum 99%, hadapi saat ini di bawah sistem ekonomi politik kapitalisme neoliberal, yang kita butuhkan memang bukan feminisme liberal… Yang kita butuhkan adalah feminisme untuk 99%. ***
Inilah yang membuat BPP tak sekadar gerakan politik identitas; mereka berangkat dari tujuan substantif memperjuangkan hajat hidup manusia lewat identitas sosial sebagai metode pemersatu barisan perjuangan rakyat.
Akhirnya, secara teoretis, pendekatan interseksional dalam memahami suatu gerakan dan implikasi yang dibawanya, mengharuskan kita untuk mengikutsertakan perspektif multidisipliner. Sebagaimana bentuk kekerasan yang berlapis, gerakan pembebasan yang bertujuan untuk mengakhirinya juga harus bersifat multidimensional.
Daftarkan email Anda untuk menerima update konten kami.