Yovantra Arief

Separuh dari Kisah Hidup Pemuda Bernama Sabit

Orang tua Sabit adalah pasangan pegawai negeri yang sedang mengejar karir. Dengan tuntutan pekerjaan, keadaan ekonomi simpang siur dan kerja sampingan, mereka tidak punya waktu untuk memberi perhatian yang cukup untuk Sabit. Bocah kecil itu tidak mengendus persekongkolan di depan hidungnya: suatu pagi yang buta tahun 1997, mereka bertiga tiba di Sidoarjo. “Menjenguk Kakek,” kata ibu. Sabit senang berplesir. Kakek membawanya ke pasar lalu jalan-jalan di alun-alun kota dengan vespa biru muda. Pakde Broto mengajarkan naik sepeda dan Mbak Dian menemani bermain layangan. Ia tidur nyenyak dan bahagia malam itu.

SENJA: Anak Jalanan Bukan Lagi Korban Metropolitan

Tidak seperti biasanya, petang itu terasa aneh. Kami hanya bertemu beberapa orang saja dari anggota SENJA. Kami menunggu satu atau dua jam, berharap yang lain segera berkumpul seperti biasanya. Tapi, rupanya itu penantian yang sia-sia. Sungguh berbeda dengan waktu-waktu yang lalu ketika kampi mampir ke tempat ini, dimana dalam hitungan menit tempat ini sudah penuh sesak oleh mereka yang mampir dan nongkrong.

‘Kalau mau ketemu, kawan-kawan jangan hari Sabtu, bung. Itu haram. Hari sabtu pasti pada ngelayap ke mana-mana. Istilahnya, hari itu hari mereka untuk kejar setoran,’ ujar Heri Sunandar, koordinator SENJA saat ini.

Shopping Basket

Berlangganan Konten

Daftarkan email Anda untuk menerima update konten kami.