Metode Kapital: Fungsi Kritik

Print Friendly, PDF & Email

DALAM tulisan sebelumnya, via Lassalle, saya mengatakan penyajian atau uraian logis (dialektis) dalam Kapital, mengandaikan penyelidikan materialis. Dengan kata lain tulisan tersebut hendak menyatakan bahwa segala analisis Marx dalam karyanya, meski dirangkai dalam konsep-konsep teoretis, hanyalah abstraksi dari kenyataan sosial. Hal ini, sengaja saya tekankan karena prihatin pada tradisi dogmatik yang lahir dalam Marxisme; ketika Marxisme diformalisasi—dibekukan dalam pemikiran dan dinilai dari kriteria formalnya sendiri. Arnost Kol’man[1], seorang matematikawan di era eksperimen Soviet, dalam memoarnya mengingat bahwa pembersihan yang ia lakukan pada kolega-koleganya saat ia menjadi ideolog Soviet terjadi persis karena ‘diamat’ dibekukan dan diterapkan semena-mena ke berbagai cabang ilmu pengetahuan. Ia dan kawan-kawannya (para ‘filsuf murni’, katanya) tak pernah akrab dengan isi, kespesifikan dan pengandaian dasar dari ilmu-ilmu tersebut. Pemikiran Marx jadi benar dan terus relevan bukan karena kebenarannya bersandar pada otoritas, melainkan karena ia paling tepat dalam ranah kenyataan yang ia permasalahkan. Tulisan kali ini akan kembali mengangkat argumen yang sama lewat pemeriksaan atas fungsi ‘kritik’ sebagai jembatan antara penyajian logis-dialektis dengan penyelidikan materialis dalam Kapital.

Proyek ‘Kritik atas Ekonomi-Politik’, kita tahu, dimulai oleh Engels tahun 1843 saat artikel pendeknya, Ringkasan Kritik atas Ekonomi-Politik, sampai di tangan Marx, sang redaksi Deutsch-Französische Jahrbϋcher. Artikel ini amat memengaruhi Marx sehingga sejak saat itu sampai puluhan tahun kemudian, yang ia lakukan tak jauh dari memperdalam dan memperluas visi yang sudah diberikan Engels di sana. Arti penting proyek ini bisa dilihat dari besarnya waktu, tenaga, dan pengorbanan yang dicurahkan keduanya. Engels misal, sampai rela jadi donatur hidup Marx sekeluarga dan lebih mengkaji filsafat dan ilmu alam sekadar agar Marx fokus pada proyek ini. Bagi Marx, pasca perpisahan dengan kawan-kawan filsuf radikal-nya, ia lebih merasa dekat dengan ekonomi-politik yang ,seperti dirinya mengakui, bahwa cara manusia berproduksi adalah inti atau fondasi dari penjelasan atas anatomi masyarakat sipil. Sebagai perbandingan, di masa itu terdapat beberapa tradisi ekonomi lain, yang nyatanya, tidak terlalu ditanggapi oleh Marx. Misalnya kaum bulionis dan merkantilis yang percaya bahwa kekayaan berasal dari emas dan perdagangan luar negeri. Atau utilitarian seperti Jeremy Bentham yang menjadikan manfaat (utility) sebagai sumber nilai.

Mengenai bagaimana proyek ini dijalankan dalam Kapital, Marx mengatakan hal ini sembilan tahun sebelum karyanya terbit;

“Karya yang saat ini sedang aku kerjakan adalah Kritik atas Kategori Ekonomi atau, jika kamu suka, sebuah uraian kritis terhadap sistem ekonomi borjuis. Ini adalah sebuah uraian, sekaligus kritik atas sistemnya”.[2]

Kritik atas ekonomi-politik, dalam aras teoretis adalah sebuah kritik atas kategori ekonomi Klasik, yakni nilai (value). Kategori nilai, adalah kategori terdasar yang dari sana semua penjelasan ekonomi-politik (komoditas, uang, kerja, kapital, sewa, profit, upah, bunga, dst) diturunkan. Jadi, dapat dikatakan kategori nilai adalah pondasi dari ilmu ekonomi-politik. Berikan satu penjelasan yang berbeda atas nilai, maka kita akan membangun satu paradigma ekonomi baru. Patahkan argumen Marx soal nilai, maka sosialisme ilmiah akan runtuh bersamanya.

Pilihan Marx atas nilai sebagai objek kritik tidak bisa dimengerti sekadar sebagai sikap ‘anti-‘, semacam upaya peruntuhan sistem sekadar karena “posisi kita beda bray”—Pemikir cum aktivis sosialisme sebelum dirinya sudah banyak yang melakukan hal itu. Sebaliknya, ia malah berangkat dari afirmasi atas warisan sistem pemikiran ekonomi-politik Klasik yang sukses menjelaskan hubungan antara kerja (labour) dan nilai. Mereka berangkat dari pijakan yang sama, dan berupaya menjawab pertanyaan yang sama soal ‘keadilan’ dalam hubungan ekonomi; satu pertanyaan kuno yang dengan satu dan lain cara berupaya dijawab oleh banyak pemikir di sepanjang zaman dan hendak di jawab lagi oleh Marx di zamannya. Jadi ‘kritik’-nya Marx bukan jenis kritik yang menilai satu sistem pemikiran dari sistem pemikiran lain meski kedua sistem itu memiliki pendasaran dan pertanyaan yang amat berlainan. Kritik-nya Marx berada di bawah cakrawala yang sama dengan ekonomi-politik Klasik. Ini sebabnya kita sering mendengar bahwa kritik Marx coraknya imanen.

Meski tidak ada satupun anak judul ‘nilai’ dalam Kapital, bab-bab awal sebenarnya adalah tempat demonstrasi Marx soal bagaimana kategori nilai beroperasi. ‘Nilai’ nyatanya adalah judul dari bab pertama dari naskah persiapan awal Marx bagi Kapital (1857-58) sebelum ia menggantinya jadi ‘Komoditas’. Pergantian ini Marx lakukan sebab jika memulai dari nilai (seperti Ricardo) maka penjelasan yang diberikan akan sekadar mencocokkan kategori-kategori lanjutannya sesuai dengan proposisi kategori nilai. Ini berarti memulai analisis dari kategori teoretis yang tidak dipertanyakan lebih lanjut. Sains Marx tidak memulai penjelasan dari deduksi satu proposisi kategoris seperti ini. Kalau ini yang dilakukan maka menurutnya kita “akan menghadirkan sains sebelum sains”.[3]

Jawaban-jawaban yang tepat lahir dari pertanyaan-pertanyaan yang tepat. Ini keahlian Marx sejak muda. Apa yang Marx permasalahkan pertama-tama bukan kesimpulan pendahulunya, melainkan cara mereka mengajukan pertanyaan. Marx meruntuhkan segala kesimpulan pendahulunya, hanya dengan cara mengajukan pertanyaan baru; mengapa dalam masyarakat kapitalis, kerja terungkapkan dalam nilai, dan mengapa ukuran kerja melalui durasinya diungkapkan dalam besaran nilai produknya? Untuk menjawabnya harus dipahami bahwa nilai sebagai kategori ekonomi tak lain adalah ungkapan teoretis, abstraksi dari hubungan sosial produksi.[4] Oleh karena itu, jawaban atas pertanyaan ini mesti dicari lewat penyelidikan atas bentuk-bentuk hubungan produksi. Dalam masyarakat kapitalis, nilai sebagai kategori ekonomi mengandaikan adanya pembagian kelas dalam masyarakat antara kerja dan kapital. Pembagian antara kerja dan kapital ini tidak hadir sejak awal mula kehidupan manusia. Pembagian ini baru hadir ketika proses historis pemisahan produsen langsung dengan sarana produksinya mengemuka. Artinya ketika sejarah mengenal pranata kepemilikan pribadi (private property) atas sarana-sarana produksi. Ini yang nantinya diuraikan oleh Marx dalam konsepsi akumulasi primitif.

Pengandaian kepemilikan pribadi dari kategori nilai ini yang diasumsikan begitu saja dan tidak diperiksa oleh ekonomi-politik Klasik. Padahal, kepemilikan pribadi adalah sebab adanya pembagian antara kerja dan kapital. Oleh ekonomi-politik Klasik, hubungan ini dirancukan dan dialamiahkan. Smith misalnya menjelaskan pembagian antara kerja dan kapital lewat pengertiannya akan hakikat manusia sebagai mahkluk penukar, sebagai mahkluk individual sang homo economicus.[5] Pengandaian ini seperti pura-pura buta dengan tumpukan data-data antropologis-arkeologis yang lama membuktikan bahwa kepemilikan pribadi adalah pranata baru setelah selama sebagian besar hidup spesiesnya, umat manusia hidup dalam bentuk kepemilikan yang berbeda-beda. Artinya apa yang harusnya dijelaskan, malah dijadikan penjelas. Yang sifatnya spesifik-historis jadi bersifat universal, dan yang sebenarnya problem kemasyarakatan dijadikan problem soal bawaan alam. Oleh Smith kapitalisme karenanya hanya sekadar hasil dari perkembangan alamiah kodrat manusia.

Lewat pemeriksaan ini Marx kemudian mengkritik teori nilai sebelumnya. Teori nilai mereka “sahih secara sosial”, “objektif”—namun yang ditekankan Marx, hanya dalam masyarakat kapitalis.[6] Mereka masalahnya, kurang spesifik dan mulai berfilsafat soal hakikat manusia. Bukan kerja yang jadi sumber nilai, melainkan bentuk kerja tertentu yang hadir pasca lahirnya kepemilikan pribadi atas sarana produksi yakni, tenaga-kerja (labour-power). Sejauh kerja dipahami sebagai aktivitas kodrati manusia dalam bentuk pencurahan daya untuk mengubah alam demi memenuhi kebutuhan dasarnya, maka berbagai bentuk kerja (kerja komunal, perhambaan, budak, perupetian, dst) adalah bagian di dalamnya. Sejauh kerja dipahami sebagai aktivitas yang sama dalam konteks hadirnya pembelahan besar masyarakat akibat kepemilikan pribadi atas sarana-sarana produksi, maka tenaga-kerja (kerja-upahan) adalah bentuk spesifiknya. Buruh, penjual waktu-kerja demi upah, tidak ada di zaman Dinasti Ming atau di salah satu suku tribal di Papua beberapa puluh tahun lalu.

Dengan ini ‘Kritik atas Ekonomi-Politik’ dapat dimengerti kritik atas kategori terdasar ekonomi-politik yaitu nilai. Kritik ini di satu sisi memperlihatkan watak teoretis dari Kapital (kritik terhadap konsep teoretis) namun di sisi lain juga memperlihatkan ketergantungan teori pada penyelidikan materialisnya yang konsisten. Alih-alih menerima begitu saja kategori nilai Klasik sebagai penjelas dasar dari sistem ekonomi-politiknya sendiri, Marx menyelidiki materialitas dari nilai lewat kesejarahan dari formasi pembagian kerja masyarakat. Dari hasil penyelidikan ini baru kemudian Marx menguraikan jalinan analisis konseptual dalam karyanya. Jalinan konseptual yang ia sebut sebagai metode (penyajian) dialektis ini, karena itu bersandar pada penyelidikan atas sejarah yang konkret, atas bahan-bahan empiris. Sulit sekali karenanya bicara soal pembacaan dan penerapan dialektika Marxis yang abstrak-formal. Dialektika tidak bisa diterapkan lewat cara ditempel-tempelkan. Tanpa penyelidikan, tak ada hak untuk bicara soal kesalinghubungan.***

 

—————-

[1] Arnost Kol’man, The Adventure of Cybernetics in the Soviet Union. Minerva September 1978, Volume 16, Issue 3, pp 416-424

[2] MECW, 40: 270, penekanan pada teks asli.

[3] Lihat surat Marx kepada L. Kugelmann (11 Juli 1858) dalam Suryajaya (ed.) Teks-teks kunci filsafat Marx. Resistbook: 2016).

[4] “Kategori ekonomi tak lain dari ungkapan teoretis—abstraksi dari hubungan sosial produksi” Marx, Kemiskinan Filsafat, Hasta Mitra. hal. 144.

[5] “pembagian kerja…ialah keniscayaan…dari kecenderungan tertentu dalam hakikat manusia…untuk saling barter, menukarkan satu hal dengan yang lain. […] Meski kecenderungan ini ialah salah satu prinsip tulen dari hakikat manusia, tak ada penilaian lebih lanjut bisa diberikan…” Smith, A. (1999). The Wealth of Nations Books I-III. Penguin Books. Hal. 117

[6] “Kategori-kategori ekonomi borjuis sepenuhnya mewujud dalam bentuk-bentuk semacam ini. Kategori ini ialah bentuk-bentuk pikiran yang sahih secara sosial, dan karenanya objektif, bagi hubungan-hubungan produksi yang termasuk dalam moda produksi sosial yang terkondisikan secara historis ini—produksi komoditas”. Hal. 167.

IndoPROGRESS adalah media murni non-profit. Demi menjaga independensi dan prinsip-prinsip jurnalistik yang benar, kami tidak menerima iklan dalam bentuk apapun untuk operasional sehari-hari. Selama ini kami bekerja berdasarkan sumbangan sukarela pembaca. Pada saat bersamaan, semakin banyak orang yang membaca IndoPROGRESS dari hari ke hari. Untuk tetap bisa memberikan bacaan bermutu, meningkatkan layanan, dan akses gratis pembaca, kami perlu bantuan Anda.

Shopping Basket

Berlangganan Konten

Daftarkan email Anda untuk menerima update konten kami.