Gojek, Sepeda Motor dan Kecelakaan Lalu Lintas

Print Friendly, PDF & Email

Ilustrasi gambar diambil dari www.kupongojek.com

 

THOMAS Sutana, seorang guru SMA, berhenti kerja untuk menemani isteri yang terkena kanker. Untuk menambah penghasilan, Sutana bergabung dengan Gojek. Menariknya, Sutana juga menyelesaikan studi doktor teknologi pendidikan. Pilihan ini win-win solution. Dia punya waktu luwes antar isteri berobat, jaga anak, dan cari nafkah. Namun ia juga tak harus menelantarkan siswanya, karena jika terus menggojek ia akan sering meninggalkan kelas.

Suami setia, ayah yang baik, dan kepala keluarga yang bertanggungjawab. Ia segera menjadi viral di media sosial. Hidupnya tak mudah, namun mulia.

Sutana merupakan contoh positif sejak bisnis manajemen ojek motor muncul di Jakarta. Gojek maupun Grab Bike jadi pilihan kerja paruh waktu banyak mahasiswa dan karyawan. Lewat sistem transportasi berbasis Android, praktis semua orang, yang punya sepeda motor, punya SIM C, dan masih memenuhi batas umur, bisa bergabung dengan ojek online. Pendapatannya, naik-turun, bisa sampai enam juta rupiah perbulan. Asuransi dan fasilitas yang menyamankan pelanggan, diatur oleh perusahaan.

Di Jakarta, siapa sih yang tak perlu ojek yang aman? Masyarakat sudah biasa dengar berita bus Trans Jakarta terbakar, atau penumpang mengantri berjam-jam di shelter. Commuter Line yang masih saja tak manusiawi justru di jam-jam penting.

Malah menurut beberapa anak Roker (Rombongan Kereta), gerbong perempuan di Commuter Line –warna pink– jauh lebih menyeramkan dari pada gerbong campur saat jam pergi dan pulang kantor. Jangankan untuk wanita pekerja, ibu hamil atau ibu gendong anak pun masih sering tak dapat tempat. Taksi dan bajaj masih terjebak macet. Mobil pribadi makin banyak. Macet Jakarta semakin tak kenal waktu. Pagi, siang, sore sama saja.

Maka tak heran, ojek online jadi oase di tengah padang kemacetan Jakarta.

Berita buruknya adalah kecelakaan lalu lintas. Contohnya, anak delapan tahun bernama Aldo yang ditabrak Kopaja pada 17 September 2015. Ayah Aldo, Gunawan, pengemudi Gojek baru satu bulan, hendak menjemput Aldo dan mengambil gaji pertamanya saat kecelakaan di daerah Pancoran. Gunawan meninggal. Lilis, isterinya yang dibonceng dan tengah mengandung, juga tewas dalam kecelakaan.

Dengan semua kelebihannya, satu resiko besar mengintai ojek, baik pengendara maupun pelanggan. Apalagi kalau bukan pembunuh nomor satu bernama kecelakaan lalu lintas?

Data dari World Health Organization, pada 2013 sepeda motor menjadi penyumbang tertinggi angka kecelakaan: 56 persen atau 5.036 kejadian dari total 9.002 kecelakaan. Kecelakaan jalan raya pada anak usia 5-14 tahun menjadi penyebab kedua kematian setelah infeksi pernafasan. Polda Metro Jakarta Raya menyebutkan selama tahun 2014 sekitar 309 anak berusia 0-10 tahun terlibat kecelakaan lalu lintas.

Bisakah sepeda motor jadi moda transportasi umum?

Merujuk pada Undang-Undang 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, tentu saja, jawabannya tidak. Sepeda motor termasuk kendaraan lingkungan yang tak melalui proses pengujian kendaraan bermotor atau keur. Motor tak tergolong transportasi umum yang bisa diatur pemerintah. Keberadaan Gojek atau Grab Bike bisa membuat kendaraan kecil ini makin berbahaya bila jadi kendaraan umum.

Menunggu perubahan undang-undang terlalu lama. Saya usul Gojek dan Grab Bike melakukan keur internal guna menjamin kelayakan sepeda motor mereka. Gojek juga perlu melakukan pelatihan rutin terhadap pengendara ojek agar taat aturan lalu lintas: tak menerjang lampu merah, tak melawan arah, tak parkir sembarangan.

Belajar dari Blue Bird, perusahaan publik, yang setiap tiga bulan sekali, selama puluhan tahun, bikin upgrading sopir. Bagaimana pun perusahaan digital perlu infrastruktur dan personalia bermutu. Ingat berapa perusahaan taxi di Jakarta ambrol karena tak peduli pada pelayanan sopir mereka.

Kini Jakarta tengah menanti pembangunan Mass Rapid Transit dan Light Rapid Transit. Jika keduanya selesai dibangun, mereka akan menjawab sebagian persoalan transportasi Jakarta. Apakah Gojek dan Grab Bike akan menyusut? Atau ia jadi masalah sosial baru berhubung puluhan ribu orang sudah bergantung pada pekerjaan ini?***

IndoPROGRESS adalah media murni non-profit. Demi menjaga independensi dan prinsip-prinsip jurnalistik yang benar, kami tidak menerima iklan dalam bentuk apapun untuk operasional sehari-hari. Selama ini kami bekerja berdasarkan sumbangan sukarela pembaca. Pada saat bersamaan, semakin banyak orang yang membaca IndoPROGRESS dari hari ke hari. Untuk tetap bisa memberikan bacaan bermutu, meningkatkan layanan, dan akses gratis pembaca, kami perlu bantuan Anda.

Shopping Basket

Berlangganan Konten

Daftarkan email Anda untuk menerima update konten kami.