Penggusuran dan Mesin Pertumbuhan Kota

Print Friendly, PDF & Email

Pendahuluan

BEBERAPA hari lalu, perhatian publik kita banyak tertuju pada proses penggusuran warga Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur. Pro dan kontra muncul dalam opini publik mengenai masalah tersebut. Banyak yang mendukung penolakan warga atas penggusuran paksa yang dilakukan Ahok, Gubernur Jakarta, namun banyak juga yang nyiyir atas kelakuan warga itu. Terlepas dari hal tersebut, opini yang berseliweran mengenai penggusuran itu, membuat kita tahu bahwa persoalan kota adalah politik sehari-hari bagi warganya. Politik yang sangat bersentuhan dengan kehidupan warga secara langsung, karena bagaimanapun kota adalah sebuah ruang bersama, seperti yang ditulis oleh Riski Amalia, terutama berhubungan dengan ruang gerak dan ruang tinggal.[1]

Walaupun sebagai ruang bersama, ternyata realitas kota saat ini tidak menjadi urusan kolektif yang (ditujukan) menguntungkan semua. Proses penggusuran dan penyingkiran masyarakat kota berjalan seiring dengan pertumbuhan kota itu sendiri. Data Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBHJ) menyebutkan, selama Januari hingga Agustus 2015, setidaknya telah terjadi 30 penggusuran paksa di seluruh Jakarta. Penggusuran itu telah menyingkirkan 3433 KK dan 433 unit usaha warga dengan rata-rata telah menghuni pemukimannya selama puluhan tahun.[2] Dari seluruh penggusuran itu, setengahnya tidak mendapatkan tawaran solusi sama sekali (15 kasus), 10 kasus mendapatkan relokasi dan 5 mendapat ganti rugi. Meskipun demikian, bentuk rehabilitasi tersebut tidak selamanya layak atau sesuai dengan nilai kerugian yang benar-benar dialami oleh warga terdampak.[3] Eksposisi data tersebut menunjukkan bahwa realitas kota semakin tidak ramah pada kelompok marjinal dan miskin.

Kenyataan sosial di atas, menjadi sebuah pertanyaan bagi kita semua untuk mulai memeriksa relasi kuasa di perkotaan yang memungkinkan adanya proses penyingkiran tersebut. Penjelasan ini penting untuk menunjukkan bahwa penggusuran bukanlah takdir dan kesalahan orang miskin, juga disebabkan oleh buruknya akhlak penguasa saja. Selain itu, juga untuk menghindari penghakiman atas dasar SARA pada penguasa, misalnya Ahok yang Tionghoa. Secara lebih eksplisit, penggusuran atau penyingkiran kaum marjinal adalah masalah ekonomi politik yang bertopang pada pertarungan antar kekuatan sosial yang historik dan spesifik untuk mendapatkan sumber daya material yang riil dalam suatu teritori tertentu. Oleh karenanya, hasil dari pertarungan antar kekuatan sosial itu juga bukanlah takdir, melainkan bergantung pada praktek sosial yang berhubungan dengan pertarungan atau perjuangan tertentu.

 

Aliansi ‘Mesin Pertumbuhan’ Kota

Dalam studi ekonomi politik perkotaan, dikenal sebuah pendekatan untuk melihat perkembangan kota dari sudut pandang pertumbuhan, yang sering disebut sebagai mesin pertumbuhan atau growth machine. Menurut pendekatan ini, pembangunan kota kapitalis selalu digerakkan oleh mesin-mesin pertumbuhan yang terbentuk dari aliansi kekuatan bisnis. Pendekatan ini dikenalkan oleh Logan dan Molotch, yang memiliki tesis bahwa aktivisme bisnis selalu menjadi kekuatan pendorong dari terbentuk dan tumbuhnya kota.[4] Kekuatan bisnis di sini secara spesifiknya berupa ‘rentiers’ atau kelompok pengembang yang mendapatkan untung dari proses pembangunan atau investasi. Sedangkan kata ‘pertumbuhan’ di sini kadang tidak selalu merujuk pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan dalam sebuah kota, melainkan lebih mengarah pada perkembangan properti dan fisik. Dengan begitu, perkembangan kota dilihat sebagai hasil dorongan dari aktivitas bisnis yang dikerjakan oleh para rentiers itu.

Kekuatan bisnis yang menjadi mesin pertumbuhan ini tidak bekerja secara sendirian. Mereka biasanya membentuk sebuah aliansi yang terdiri dari kelompok bisnis (rentiers), pemerintah dan kelompok masyarakat yang diuntungkan. Pemerintah terlibat dalam aliansi mesin pertumbuhan karena mereka yang paling concern membutuhkan pertumbuhan untuk kotanya. Legitimasi pertumbuhan itu dibutuhkan karena berhubungan dengan pendapatan daerah dan dukungan politik. Menurut Alan Harding, di antara rentiers sendiri, terdapat tiga bentuk aliansi yang sering terjadi, diantaranya terdiri dari, pertama, kelompok developer, financier, atau mereka yang langsung mendapat untung dari proses pembangunan; kedua, kelompok yang mendapatkan untung secara tidak langsung, biasanya dari peningkatan penggunaan jasa dan produknya karena pembangunan, misalnya media lokal atau suplier material pembangunan; dan ketiga, kelompok-kelompok kepentingan di dalam masyarakat yang mendapatkan keuntungan dari proses pertumbuhan kota.[5] Oleh karenanya, kelit kelindan mengenai pembangunan kota selalu berbentuk jejaring kepentingan yang saling menguntungkan di antara mereka. Aktivitas aliansi yang menjadi struktur mesin pertumbuhan kota ini yang mengakibatkan pembangunan dan perebutan ruang di kota seringkali tidak ditentukan oleh perencanaan ruang secara matang, melainkan hasil dari dorongan dan pertarungan di antara mereka.

Apa yang terjadi di Jakarta saat ini, seperti mengonfirmasi argumen di atas. Pertumbuhan kota di Jakarta bisa dibaca dengan kerangka mesin pertumbuhan itu. Hal tersebut bisa dilihat dari perkembangan properti dan infrastruktur. Dalam beberapa tahun ini, Jakarta menjadi salah satu kota yang memiliki pertumbuhan properti paling tinggi di dunia.[6] Antara tahun 2013 dan 2014, pertumbuhan properti ini mencapai 20-30 persen per tahun. Meskipun pada tahun 2015 diperkirakan akan turun, tapi angka pertumbuhan properti di Jakarta masih di kisaran angka 10-15 persen per tahun.[7] Menurut data Bank Indonesia (BI), dalam tahun berjalan ini saja, masih akan ada tambahan pasokan dari beberapa ritel, misalnya Lippo Mall Puri, Mall Pantai Indah Kapuk, One Bell Park, dan Central Park Extension. Selain itu juga akan ada tambahan pasokan apartemen sewa, seperti TBS Linera Apartmen Service, Fraser Place Setia Budi Sky Garden, Pejaten Park Residen, dan Fraser Suite Ciputra World.[8]

Menurut perkiraan BI juga, ke depan perkembangan pasokan apartemen di Jabodetabek diperkirakan akan terus meningkat sampai tahun 2018, terkait dengan banyaknya apartemen yang memasarkan tower lanjutan. Sementara, pasokan lahan industri diperkirakan tidak bertambah, melainkan bergeser ke wilayah periferi seperti Bodebek dan Banten.[9] Tingkat hunian properti komersial sewa di Jabodetabek pada triwulan II 2015 saja masih terus tumbuh dibanding quarter sebelumnya. Misalnya, tingkat hunian ritel meningkat 96,90 persen menjadi 97,34 persen, apartemen sewa 81,33 persen menjadi 88,11 persen, convention hall 68,22 persen menjadi 79,88 persen, maupun okupansi hotel berbintang yang meningkat 54,04 persen menjadi 55,99 persen.[10] Sementara itu, peningkatan penjualan properti komersial pada triwulan II 2015 secara umum masih menunjukkan pertumbuhan meskipun pasokan properti sedang stagnan.[11] Dengan demikian, secara umum bisa dilihat bahwa bisnis properti di Jakarta selalu tumbuh tiap tahunnya.

Selain potret pertumbuhan properti yang tinggi, kota Jakarta juga menunjukkan pembangunan yang kadang tidak sesuai dengan rencana yang sudah ada. Misalnya, wilayah untuk tangkapan air dan hutan kota yang kemudian dikonversi peruntukannya karena dimiliki oleh konglomerasi dan korporasi, justru dibiarkan begitu saja oleh Pemda Jakarta. Sebagai contoh, daerah resapan air Kelapa Gading yang dikonversi menjadi Mall Kelapa Gading dan Kelapa Gading Square; Pantai Indah Kapuk yang sebelumnya merupakan kawasan hutan lindung menjadi pemukiman elit Pantai Indah Kapuk, Mutiara Indah, dan Damai Indah Padang golf; kawasan Sunter yang merupakan area resapan air menjadi pemukiman elit Sunter Agung, PT Astra Komponen, Astra Daihatsu, PT Denso Indonesia, dan PT Dunia Express Trasindo; Hutan Kota Senayan menjadi Hotel Mulia, Sultan Hotel, SPBU Semanggi, Senayan Residence Apartment, Hotel Century Atlet, Simprug Golf, dan Plaza Senayan; serta Hutan Kota Tomang menjadi Mall Taman Anggrek dan Mediteranian Garden Residence I dan II.

Pertumbuhan kota seperti di atas dapat menunjukkan karakter aliansi kekuasaan yang terbentuk melalui mesin pertumbuhan. Fakta-fakta di atas dapat menunjukkan bahwa kota, seperti Jakarta, tumbuh melalui dukungan kapitalis developer yang difasilitasi oleh pemerintah kota. Dengan begitu, sebenarnya kita bisa melihat bahwa Ahok saat ini berdiri di atas topangan atau basis politik yang didukung oleh kapitalis developer dalam membangun kotanya. Aliansi kekuasaan yang terbentuk di antara mesin pertumbuhan ini bukanlah karena kesepakatan tanpa materai. Harding menyebutkan bahwa aliansi itu terbentuk karena adanya adanya “tangible benefits” yang ingin diperoleh.[12] Sumber daya material yang riil ini yang kemudian mengikat mereka untuk bekerja secara bersama-sama.

 

tabel
Data diolah dari berbagai sumber

Tangible benefits atau sumber daya material yang bisa didapatkan dalam aliansi kekuasaan berbentuk mesin pertumbuhan ini setidaknya terdapat dua hal: pertama, dari ruang yang disediakan untuk memfasilitasi pertumbuhan properti seperti di atas; dan kedua, dukungan anggaran yang tinggi dalam hal infrastruktur. Data Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Jakarta (APBD DKI) menunjukkan bahwa sejak tahun 2009, anggaran untuk pembangunan infrastruktur selalu menempati posisi dominan, meskipun sampai tahun 2012 selalu menunjukkan tren yang menurun. Bahkan pada tahun 2013, anggaran infrastruktur lebih kecil dari anggaran sosial. Di saat yang bersamaan anggaran sosial, pendidikan dan kesehatan, menunjukkan tren yang meningkat tiap tahunnya. (17,5 persen di bawah anggaran pendidikan yang mencapai 18,38 persen). Namun, sejak APBD-P 2013, anggaran untuk infrastruktur mulai naik (18,55 persen) dan mengalami lonjakan yang sangat signifikan pada tahun 2014 (23,8 persen).

Anggaran PU atau infrastruktur menjadi salah satu sumber daya material karena di sana tersedia anggaran publik yang bisa digunakan untuk bagian dari akumulasi. Karena secara spesifik, karakter kapitalis developer itu bermain dalam kerangka oligarkis, maka pencarian dana publik atau proyek pemerintah menjadi salah satu sumber pendapatannya. Selain itu, pembangunan infrastruktur juga bisa menopang pertumbuhan properti dalam suatu kawasan tertentu.[13] Logan dan Molotch juga menyebutkan bahwa mesin pertumbuhan itu, dalam banyak kasus, tercipta melalui transfer kekayaan yang bersifat publik pada para rentiers dan aliansinya.[14] Sehingga, di sini anggaran publik menjadi salah satu sumber daya material yang penting untuk diperebutkan di antara mereka. Konsekuensinya, dengan begitu anggota aliansi kekuasaan yang terbentuk bisa dilihat melalui ’siapa mendapatkan apa dalam proyek mana?’

Lonjakan anggaran APBD untuk pembangunan umum itu ternyata juga paralel dengan data penggusuran selama ini. Data LBHJ menunjukkan bahwa sebagian besar penggusuran di Jakarta pada 2015 ditujukan untuk pembangunan infrastruktur, termasuk normalisasi perairan.[15] Selain itu, dana yang digunakan untuk menggusur itu juga sebagian besar menggunakan dana APBD (21 kasus).[16] Meskipun pembangunan infrastruktur dalam permukaan terlihat baik untuk publik luas, namun upaya pembangunan itu sebenarnya bagian dari upaya mesin pertumbuhan mendapatkan sumber daya material di perkotaan. Agar upaya untuk mendapatkan sumber daya material dari aliansi mesin pertumbuhan itu terlihat normal maka upaya legitimasi melalui ideologisasi ‘pembangunan bebas nilai (value-free development)’[17] itu sangat penting. Pembangunan opini bahwa ‘ini untuk kebaikan bersama’ menjadi dominan di dalam media. Meskipun pembangunan itu selalu berujung pada penggusuran masyarakat setempat.

Akhirnya dalam ruang perkotaan yang terbatas sedangkan kebutuhan untuk akumulasi dari mesin pertumbuhan ini terus bergulir, maka pertarungan untuk memperoleh lahan guna menopang pertumbuhan properti dan pembangunan fisik menjadi tak terelakkan. Oleh karena itu, pertumbuhan tidak selalu baik untuk semua warga. Kelompok miskin atau bisnis kecil dalam perkotaan biasanya menjadi korban penggusuran dalam penataan ulang kota dalam kerangka mesin pertumbuhan ini, yang tujuan utamanya untuk meningkatkan profit ‘mesin pertumbuhan’ melalui pembangunan properti dan fisik/infrastruktur. Selain itu, tingkat persaingan di antara para rentiers juga menjadi dinamika tersendiri dalam mempengaruhi kota. Sehingga, dalam kerangka ini, penggusuran warga kampung dalam perkotaan berhubungan dengan pertarungan kekuatan-kekuatan sosial yang terlibat dalam perebutan ruang kota.

Salah satu konsekuensi dari itu maka upaya pembentukan kota yang partisipatif dari warganya, melalui, misalnya, hak atas kota, selalu bertabrakan dengan kepentingan aliansi kekuasaan yang berbentuk mesin pertumbuhan. Akibatnya, meskipun pada awalnya upaya dialog dalam kasus penggusuran bisa dijalankan, namun bila itu tidak sesuai dengan dorongan mesin pertumbuhan, maka warga kampung menjadi pilihan untuk dikalahkan oleh pemerintah kota dengan cara digusur.

 

Penutup

Dengan demikian, kota kapitalis pada dasarnya dibentuk oleh dorongan dan persaingan di antara aliansi mesin pertumbuhan yang bersaing untuk mendapatkan sumber daya material yang nyata. Kasus penggusuran di kota-kota besar merupakan bagian dari pertarungan antar kekuatan sosial di dalamnya untuk mendapatkan sumber daya material tersebut. Bila kota itu tumbuh melalui mesin pertumbuhan, maka hal yang utama untuk siapapun yang berdiri sebagai pemimpin kota adalah memfasilitasi perkembangan kota seperti yang dijelaskan di atas. Untuk itu, bila warga kota menginginkan pembangunan kota yang lebih partisipatif dan manusiawi, maka tak ada jalan lain, selain dengan mulai menghimpun diri secara aktif untuk terlibat dalam perumusan politik kota. Salah satunya dengan membangun kekuatan politik alternatif guna merebut kepemimpinan politik dalam teritori kota itu sendiri. Dengan begitu, Insya Allah, warga miskin perkotaan dapat memiliki marwah sebagai warga negara sebagaimana mestinya.***

 

Penulis adalah mahasiswa Ilmu Politik, Universitas Indonesia dan Sekjen SEMAR UI. Dapat dihubungi melalui dickydwiananta@gmail.com.

 

Kepustakaan:

Affiat, Rizki Amalia. “Ketika Publik Hanya Numpang Lewat: Penggusuran Kampung Pulo, Nasib Komuter dan Partikulerisme Militan yang Senyap”. Diunduh dari http://islambergerak.com/2015/08/ketika-publik-hanya-numpang-lewat-penggusuran-kampung-pulo-nasib-komuter-dan-partikularisme-militan-yang-senyap/ diakses pada 02 September 2015 pukul 19.30 WIB.

Bank Indonesia. “Laporan Perkembangan Properti Komersial Triwulan II 2015”. Dapat diunduh di http://www.bi.go.id/id/publikasi/survei/properti-komersial/Documents/Laporan_PPKom_Q2_2015.pdf

Harding, Alan. “Elite Theory and Growth Machine” in David Judge, Gerry Stoker, and Harold Wolman, Theories of Urban Politics, London: Sage Publication. 1995.

Januardy, Aldo Fellix. Kami yang Terusir: Laporan Penggusuran Paksa di Wilayah DKI Jakarta Januari-Agustus 2015, Jakarta: LBHJ, hlm. 9-10;17. Laporan dapat diunduh di http://www.bantuanhukum.or.id/web/wp-content/uploads/2015/08/Laporan-Penggusuran-Paksa-Jakarta.pdf

Logan, J. and Molotch. H. Urban Fortune: The Political Economy of Place. Berkeley: University of California Press. 1987

“Jabotabek Surga Investasi Properti” diunduh dari http://lipsus.kontan.co.id/v2/proyeksi2015/read/221/Jabodetabek-surga-investasi-properti diakses pada 04 September 2015 pukul 01.46 WIB

“Jakarta Jadi Kota dengan Perkembangan Investasi Properti Tertinggi”, diunduh dari http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/14/11/11/nevd38-jakarta-jadi-kota-dengan-perkembangan-investasi-properti-tertinggi diakses pada 03 September 2015 pukul 22.00 WIB

“Tahun Depan Pertumbuhan Properti Mencapai 10-15 Persen”, diunduh dari http://properti.kompas.com/read/2014/11/29/133827421/Tahun.Depan.Pertumbuhan.Properti.Mencapai.10.-.15.Persen diakses 04 September 2015 pukul 01.38 WIB.

 

—————

[1] Rizki Amalia Affiat, “Ketika Publik Hanya Numpang Lewat: Penggusuran Kampung Pulo, Nasib Komuter dan Partikulerisme Militan yang Senyap”, diunduh dari http://islambergerak.com/2015/08/ketika-publik-hanya-numpang-lewat-penggusuran-kampung-pulo-nasib-komuter-dan-partikularisme-militan-yang-senyap/ diakses pada 02 September 2015 pukul 19.30 WIB.

[2] Aldo Fellix Januardy, Kami yang Terusir: Laporan Penggusuran Paksa di Wilayah DKI Jakarta Januari-Agustus 2015, Jakarta: LBHJ, hlm. 9-10;17. Laporan dapat diunduh di http://www.bantuanhukum.or.id/web/wp-content/uploads/2015/08/Laporan-Penggusuran-Paksa-Jakarta.pdf

[3] Ibid. hlm. 16

[4] J. Logan and H. Molotch, Urban Fortune: The Political Economy of Place, Berkeley: University of California Press, 1987, p. 52

[5] Alan Harding, “Elite Theory and Growth Machine” in David Judge, Gerry Stoker, and Harold Wolman, Theories of Urban Politics, London: Sage Publication, p. 42

[6] “Jakarta Jadi Kota dengan Perkembangan Investasi Properti Tertinggi”, diunduh dari http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/14/11/11/nevd38-jakarta-jadi-kota-dengan-perkembangan-investasi-properti-tertinggi diakses pada 03 September 2015 pukul 22.00 WIB

[7] “Tahun Depan Pertumbuhan Properti Mencapai 10-15 Persen”, diunduh dari http://properti.kompas.com/read/2014/11/29/133827421/Tahun.Depan.Pertumbuhan.Properti.Mencapai.10.-.15.Persen diakses 04 September 2015 pukul 01.38 WIB.

[8] Bank Indonesia, “Laporan Perkembangan Properti Komersial Triwulan II 2015”, dapat diunduh di http://www.bi.go.id/id/publikasi/survei/properti-komersial/Documents/Laporan_PPKom_Q2_2015.pdf, hlm.2

[9] Ibid. hlm. 4

[10] Ibid. hlm. 2

[11] Ibid. hlm. 4

[12] Alan Harding, op.cit. p. 42

[13] “Jabotabek Surga Investasi Properti” diunduh dari http://lipsus.kontan.co.id/v2/proyeksi2015/read/221/Jabodetabek-surga-investasi-properti diakses pada 04 September 2015 pukul 01.46 WIB

[14] Logan and Molotch, op.cit. p.53

[15] Aldo Fellix Januardy, op.cit. hlm. 10-11

[16] Ibid. hlm. 14

[17] Alan Harding, op.cit.

IndoPROGRESS adalah media murni non-profit. Demi menjaga independensi dan prinsip-prinsip jurnalistik yang benar, kami tidak menerima iklan dalam bentuk apapun untuk operasional sehari-hari. Selama ini kami bekerja berdasarkan sumbangan sukarela pembaca. Pada saat bersamaan, semakin banyak orang yang membaca IndoPROGRESS dari hari ke hari. Untuk tetap bisa memberikan bacaan bermutu, meningkatkan layanan, dan akses gratis pembaca, kami perlu bantuan Anda.

Shopping Basket

Berlangganan Konten

Daftarkan email Anda untuk menerima update konten kami.